Jilid Kesebelas

153 34 10
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Kita tidak pernah bisa mengendalikan pikiran orang lain untuk sama dan satu tujuan."

Hamzah mengetuk pintu kamar sang putra bungsu secara perlahan, setelah diberi akses masuk barulah pria itu mengintil langkah sang putra dan duduk bersisian di tepi ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamzah mengetuk pintu kamar sang putra bungsu secara perlahan, setelah diberi akses masuk barulah pria itu mengintil langkah sang putra dan duduk bersisian di tepi ranjang.

"Papa mau tanya sesuatu sama Azam," katanya membuka obrolan.

"Ya sok atuh, silakan. Basa-basi banget deh Papa ini. Tanya apa?"

"Azam tahu siapa itu Ustazah Astha?"

Hazami mendelik seketika. "Jangan aneh-aneh ya, Pa. Awas aja, Azam laporin Buna tahu rasa!"

"Papa serius, Hazami."

"Azam juga serius. Jangan coba-coba main belakang apalagi kalau sampai main perempuan. Azam yang akan jadi garda terdepan buat bela Buna!"

Hamzah menghela napas berat. "Zam kamu jangan nambah beban pikiran Papa bisa nggak? Kamu ini mikirnya terlalu jauh. Buat dapetin hati Buna susahnya nggak kira-kira, nggak ada sedikit pun pikiran untuk main wanita. Papa ini udah tua, udah bukan masanya untuk nakal."

"Ya terus? Apa coba maksudnya interogasi Azam soal perempuan lain, mana ini udah malem, ngendap-ngendap juga pasti. Buna nggak tahu, kan kalau Papa ke kamar Azam?" selidiknya tepat sasaran.

"Nanti akan Papa jelaskan kalau semuanya sudah benar-benar jelas, sekarang jawab dulu pertanyaan Papa. Siapa Ustazah Astha?"

Hazami mengedikkan bahunya acuh tak acuh. "Azam nggak tahu, dan nggak mau cari tahu juga!"

"Jangan bohongin Papa atuh, Zam."

Hazami menampilkan jari telunjuk dan jari tengahnya pada sang ayah. "Azam serius nggak tahu apa-apa soal Ustazah Astha. Sekarang Azam malah curiga sama Papa, lagi ngincer ukhti-ukhti, kan? Ngaku!"

Hamzah mengelus dada sabar seraya mengucap istighfar berulang kali. Mengahadapi si bungsu memang harus ekstra sabar.

"Kalau Harastha Razqya, Azam tahu, kan?"

Mata Hazami menghunus begitu tajam. "Kenapa akhir-akhir ini Papa jadi suka banget bahas soal tuh Cewek Ninja?!"

"Cewek Ninja? Maksud kamu apa sih, Zam?"

"Pake nanya lagi, ya cewek bercadar bernama Harastha Razqya, lha. Nggak salah, kan kalau Azam juluki Cewek Ninja. Sesuai itu sama penampilannya, muka kok ditutupin."

"Dia menjalankan sunnah, kenapa kamu cela? Zam, nggak baik ah kayak gitu. Papa nggak pernah ya ngajarin Azam untuk memandang rendah seseorang hanya dari tampilan luar. Dijaga mulutnya," tegur Hamzah lembut.

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang