بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Jadilah hamba yang pandai dalam memetik hikmah di setiap musibah."
Di atas tempat tidur, ketiga putranya duduk berkumpul. Hamna merasa harus lebih bersyukur lagi, karena dia masih memiliki anak-anak yang tidak meninggalkannya.
"Atas semua yang sudah terjadi biarkan itu jadi cerita yang kita kenang sesekali. Buna jangan sedih lagi, ada Hazman, Bang Hamizan, Hazami, dan juga Papa yang nggak pernah meninggalkan Buna dalam kondisi apa pun," ungkap Hazman terdengar sangat tulus, dan bisa sedikit menenangkan kegelisahan hati Hamna.
Ketiganya memeluk Hamna dengan sangat hangat, saling menguatkan dan juga memberi suntikan semangat. Jika bukan mereka, lantas siapa lagi yang sudi untuk memulihkan luka sang ibu?
"Sepertinya Papa terlambat, sesi pelukannya bisa diulang nggak?" cetus Hamzah yang baru saja muncul seraya menenteng keresek obat.
Hazami turun dari ranjang lalu menarik sang ayah. "Pelukannya berdua aja, kalau rame-rame kasihan Buna. Susah napas nanti."
Hamzah terkekeh kecil, dan tentu saja tak menolak. Dia langsung memeluk istrinya dengan sangat hangat. "Sudah lebih baik, Nona?"
Hamna pun mengangguk kecil. "Alhamdulillah."
Dengan gemas Hamzah mengacak rambut Hamna, lalu mendaratkan kecupan singkat tepat di dahinya. "Minum obat dulu supaya makin fit. Sudah makan, kan?"
"Sudah, tadi Naqeesya yang suapin."
"Disuapin mantunya mau, giliran disuapin suami sendiri nolak terus ya," celoteh Hamzah.
"Aa kurang ahli dalam hal bujuk membujuk."
Hamzah hanya tersenyum samar lalu menyerahkan gelas serta obatnya pada sang istri. Hamna pun langsung meneguknya tanpa banyak berkomentar.
"Naqeesya-nya mana, Bang? Kok nggak kelihatan."
"Di kamar lha, abis Azam ciduk karena mojok berduaan sama Bang Hamizan. Kak Sya malu pasti, makanya dia nggak keluar-keluar kamar lagi," serobot Hazami menyela.
"Kenapa kamu yang sewot, Zam? Bang Hamizan sama Naqeesya, kan udah nikah, halal hukumnya. Mau ngapain juga bebas, suka-suka mereka," timpal Hazman.
"Apaan sih pikirannya jangan traveling, Abang sama Naqeesya nggak ngapa-ngapain juga. Si Azam aja tuh yang hobinya ngerusuh!"
"Dihh, Azam lihat pake mata kepala Azam sendiri ya. Hampir nggak berjarak itu badan, nempel udah kayak perangko, telat dikit terjadi hal yang iya-iya pasti," ceplosnya.
Hamizan turun dari ranjang. Tidak akan ada habisnya kalau dia terus berdiam diri di sini, pasti Hazami akan menjadikan dirinya sebagai bulan-bulanan.
"Tuh, kan mau lanjut part dua pasti," ocehnya lagi saat melihat langkah sang kakak mulai bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]
SpiritualSPIN OFF RINTIK SENDU Luka ada karena kita yang dengan sadar menciptakannya, kecewa ada karena kita juga yang dengan sadar memupuknya. Jangan pernah menyalahkan Tuhan dengan dalih 'keadilan' karena kitalah yang terlalu banyak berangan. Seolah mengk...