Jilid Ketigapuluh Tiga

184 38 28
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Rasa sesal tidak akan mengubah apa pun, cukup sadari lantas benahi agar tidak kembali mengulangi."

Gerak tangan Hamzah yang tengah membuka pagar tertahan kala melihat putranya pulang dengan membawa dua orang yang sudah sangat lama dia cari-cari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gerak tangan Hamzah yang tengah membuka pagar tertahan kala melihat putranya pulang dengan membawa dua orang yang sudah sangat lama dia cari-cari. Dia hanya mampu mematung dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

Bima lebih dulu menyapa, "Assalamualaikum, Ham apa kabar?"

"Wa-wa'alaikumusalam," jawabnya terbata-bata.

"Boleh kita masuk?" ujar Hazman memecah keheningan yang tercipta.

Refleks Hamzah pun membuka lebar-lebar pagar rumahnya, mempersilakan kedua putranya, serta Bima dan Hamidah untuk memasuki rumah.

"Na, kita tunda dulu untuk mencari Harastha, ada Pak Bima dan juga Bu Hamidah," beritahu Hamzah berbisik tepat di samping telinga sang istri.

Hamna hanya mengangguk tanpa banyak berkomentar.

Semuanya sudah duduk tenang di ruang keluarga, formasi sekarang jauh lebih lengkap dari sebelumnya.

"Seharusnya kami datang dengan membawa serta putri kalian, tapi maaf, Na, Ham, untuk sekarang saya belum mampu untuk mempertemukan kalian," ungkap Hamidah langsung pada intinya.

"Tadi kami sudah mampir ke rumah yang dia tempati, tapi rumah itu kosong tak berpenghuni. Sepertinya dia tengah di luar, dan tak sempat untuk mengabari kami akan keberadaannya," imbuh Bima menjelaskan.

Hamzah pun mengangguk pelan. "Ibu dan Bapak mengenal kedua putra saya?"

"Saya mengenal Hazman cukup lama, dan saya tidak menyangka kalau anak asuh Kiyai Dahlan merupakan putra kandung kalian. Dan saya pun masih cukup shock dengan pengakuan Hazami, ihwal kamu yang menaruh kecurigaan pada Harastha kalau gadis bercadar yang tak sengaja kamu temui itu merupakan putri kalian. Dia datang ke pesantren hanya untuk mencari tahu ihwal latar belakang Harastha," ujar Hamidah seraya melirik secara bergantian ke arah Hazami dan juga Hazman.

"Harastha benar putri kandung saya, Bu?" cicit Hamna.

Anggukan singkat Hamidah berikan. "Dia bayi mungil yang saya ambil dari gendongan kamu dua puluh empat tahun lalu."

Hamna tak kuasa untuk menahan tangis, dia hanya mampu memukul-mukul dadanya yang berdenyut sakit. Putri yang selama ini dia cari, merupakan orang yang beberapa jam lalu dia usir dan maki-maki.

Ibu macam apa dirinya ini?

"Maafkan saya karena baru bisa menemui kalian sekarang, saya pun berusaha untuk mencari tahu keberadaan kalian. Tapi, baru hari inilah Allah izinkan kita untuk kembali bertemu, meskipun pertemuan ini tanpa adanya Harastha," tutur Bima.

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang