Jilid Keduapuluh Tiga

147 30 17
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Sudah sewajarnya laki-laki memperjuangkan, bukan hanya sebatas berpangku tangan."

Aminah dibuat kewalahan karena ulah Hamizan yang setiap hari datang ke Rumah Bidadari hanya untuk memastikan jika Harastha sudah kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aminah dibuat kewalahan karena ulah Hamizan yang setiap hari datang ke Rumah Bidadari hanya untuk memastikan jika Harastha sudah kembali.

"Kan sudah Ibu jelaskan, satu minggu lalu Neng Astha dijemput untuk pulang ke pesantren karena uminya jatuh sakit," terang Aminah lagi.

"Ibu tidak sedang membohongi saya, kan?" sahutnya syarat akan rasa tidak percaya.

Helaan napas berat dikeluarkan Aminah. "Untuk apa juga Ibu bohongin Nak Hamizan. Apa untungnya coba? Nggak ada, kan."

"Terus kapan Harastha pulang?"

"Ya, mana Ibu tahu."

"Seharusnya Ibu cari tahu."

"Kenapa harus Ibu?"

"Ya, karena Harastha salah satu aset Ibu. Kalau dia nggak kembali, rugi atuh Ibu kehilangan satu sumber penghasilan," kilahnya.

Aminah berdecak pelan. "Kamu kali yang rugi, kehilangan gebetan!"

Hamizan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ish, Ibu ini kalau ngomong suka bener."

Aminah geleng-geleng kepala. "Kurang gerecep sih, keduluan start, kan."

"Maksud Ibu?"

Dengan santai Aminah mengedikkan bahunya. "Cari tahu sendiri, lha. Masa apa-apa harus dikasih tahu Ibu."

"Sekarang Ibu nggak asik, mainnya rahasia-rahasian!"

"Syukurlah, Ibu juga udah capek jadi Mak comblang kamu sama Neng Astha yang nggak kunjung membuahkan hasil. Ehh, malah kandas di tengah jalan."

"Sabar sedikit dong, Bu. Namanya juga masih proses, jangan banyak protes."

"Proses juga butuh progres."

"Nah itu dia, progresnya banyak terkendala," sahut Hamizan sekenanya.

"Kamu ini!"

Teriakan nyaring dari arah belakang mengambil alih perhatian keduanya.

"Bang Hamizan!"

"Apa?!"

"Biasa aja dong jawabnya nggak usah ngegas. Diminta Papa sama Buna pulang itu, Kang Hazman pulang. Buruan ih, jangan nongkrongin kost'an Teh Astha terus. Orangnya juga nggak ada!" sembur Hazami.

"Hubungannya sama Abang apa? Hazman pulang paling mau ketemu Papa sama Buna. Udah biasa, kan? Emang jadwalnya juga dia pulang."

"Tinggal nurut aja apa susahnya sih? Perasaan sekarang Abang sukarela banget ngeluarin kata-kata. Dulu mana pernah, yang ada juga ogah-ogahan banget kalau Azam ajak ngobrol. Jangan banyak wawancara, bisa?" protes Hazami.

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang