Jilid Keduapuluh Lima

145 28 8
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Nyatanya buah simalakama itu memang benar-benar ada, maju kena, mundur pun sama saja."

Hazman mendorong pintu kamar Hamizan secara perlahan saat tak kunjung mendapat sahutan dari sang kakak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hazman mendorong pintu kamar Hamizan secara perlahan saat tak kunjung mendapat sahutan dari sang kakak. Dia memasuki ruangan berukuran 4×3 meter tersebut seraya memanggil-manggil nama kakaknya.

"Abang ..., Bang Hamizan!"

"Bang Hamizan makan malam dulu kata, Buna. Udah ditunggu di meja makan," katanya.

Hamizan terlihat baru saja keluar dari arah kamar mandi. "Iya nanti Abang nyusul, Haz."

Hazman pun mengangguk patuh, dia sudah bersiap untuk keluar tapi langkahnya tertahan kala mendengar penuturan Hamizan.

"Perjodohan kamu belum sampai ke tahap mempersiapkan pernikahan, kan? Sebenarnya Abang nggak keberatan kalau emang mau kamu langkahi, tapi Papa sama Buna punya pandangan lain."

"Belum, Bang, ada urusan yang harus Hazman selesaikan terlebih dahulu. Hazman juga nggak keberatan kalau emang Papa sama Buna keukeuh harus Abang duluan yang nikah, Hazman bisa bicarakan sama keluarga calonnya Hazman. Insyaallah mereka akan paham," ujarnya menanggapi.

Hamizan menggosok rambut basahnya menggunakan handuk lantas berkata, "Progres Abang untuk bisa sampai ke tahap serius kayaknya akan banyak terkendala, dan Abang nggak mau menghalangi niat baik kalian. Nanti Abang yang akan ngomong sama Papa dan juga Buna."

Hazman pun tersenyum samar. "Semoga Allah mudahkan niat baik Abang ya. Calonnya siapa tuh? Naqeesya?"

"Lha, kenapa jadi Naqeesya? Ya bukan."

"Terus siapa?"

Hamizan tertawa dibuatnya. "Yang pasti perempuan sih, Haz."

"Ish, jawabannya klasik banget," keluh Hazman.

Hamizan pun merangkul bahu sang adik. "Dia perempuan langka, yang judes dan galaknya nauduzbilah, keras kepala tiada duanya, tapi dia istimewa."

"Abang ini, dikata-katain dulu baru deh diangkat ke langit ke tujuh. Perempuan mana sih yang berhasil mencairkan sisi beku dalam diri Bang Hamizan?"

"Kalau Abang kasih tahu, nanti kamu ikutan suka lagi. Bahaya!" kelakarnya diakhiri tawa.

"Nggak lucu kalau kita menyukai perempuan yang sama, nauduzbilah jangan sampai atuh, Bang."

"Ya, jangan, lha. Repot nanti."

"Jalur langit cara luluhin perempuan gimana, Haz? Buntu banget rasanya, cara Abang stuck di tempat," keluh Hamizan memilih untuk menarik kursi kerjanya, dan duduk nyaman di sana.

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang