Jilid Ketigapuluh Empat

216 38 23
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Selalu ada solusi di tengah permasalahan, meski harus dengan air mata yang berderai-derai."

Harastha tertegun melihat kedatangan Hazman yang disusul oleh Hazami serta Naqeesya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Harastha tertegun melihat kedatangan Hazman yang disusul oleh Hazami serta Naqeesya. Seingatnya umi dan abahnyalah yang akan menjemput, lantas kenapa bisa mereka bertiga datang berbondong-bondong tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

"Ayo, Teh pulang," ajak Naqeesya bersiap untuk membantu Harastha turun dari brankar.

"Pulang?"

Anggukan kecil Naqeesya berikan. "Iya, kenapa bingung kayak gitu? Ayo, udah ditunggu sama Umi Abi lho di rumah."

"Sebentar ..., sejak kapan kamu mengenal Umi dan Abah? Kenapa juga kalian bisa ada di sini?" tanya Harastha beruntun.

"Nanti ya dijelasinnya di rumah, mau Sya bantu jalan atau pake kursi roda?"

Harastha justru menggeleng keras. "Sya, ada apa ini? Apa ada hal buruk yang terjadi pada Umi dan Abah saya?"

Dielusnya lembut punggung tangan Harastha. "Umi sama Abah baik-baik aja, Teh. Pulang yuk."

"Ustaz Hazman tolong jelaskan kenapa Ustaz ada di sini?" cecar Harastha merasa tak puas dengan jawaban Naqeesya.

"Saya diberi mandat oleh Umi dan juga Abah untuk menjemput Ustazah," terangnya singkat.

"Tapi tadi Umi bil---"

"Wawancaranya lanjut di rumah bisa, Teh?" potong Hazami cepat.

Harastha hendak menolak, tapi melihat raut wajah memohon Naqeesya membuatnya urung, dan mau tak mau mengangguk pasrah saja.

"Hazami!" sentaknya merasa terkejut saat tanpa permisi pemuda itu menyentuh tangannya, padahal ada Naqeesya yang juga tengah membantu dirinya untuk turun secara perlahan.

Naqeesya melotot tajam, dan memberi isyarat dengan gelengan kepala agar Hazami segera menyingkir dari Harastha.

"Oke ..., maaf habisnya tangan Azam gatel lihat kalian berdua. Udah mah lama, Kak Sya juga kayak nggak kuat buat nopang Teh Astha," terang Hazami kemudian.

"Sabar, Zam, sabar!" sembur Naqeesya sedikit kesal.

Dengan cekatan Naqeesya memapah Harastha, dia memperlambat langkahnya untuk menyamakan ritme agar Harastha merasa tetap nyaman, di tengah cidera kaki yang dialaminya.

Hazman yang berjalan di belakang kedua perempuan itu merasa tak tega melihat Harastha yang bahkan sesekali meminta berhenti. Dia memberanikan diri untuk mensejajarkan langkah, lantas berucap, "Maaf, Ustazah saya bantu."

Harastha sudah bersiap untuk menjerit kala tubuhnya melayang hingga berada dalam gendongan Hazman, tapi suaranya seakan tercekat di kerongkongan. Dia justru menatap Hazman cukup lama dengan perasaan campur aduk, dan dada yang berdebar kencang.

HARASTHA [ Seni Merawat Luka ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang