IG: _fyanxaa.wp
-------------------------------------
Disebuah tempat makan terkenal di kota bandung, kedai yang menyediakan layanan masak sendiri itu dinilai unik dan banyak sekali peminatnya, pada masa itu. Termasuk Zila dan Jidan yang juga penasaran ingin mencobanya. Itu kali kedua mereka kesana, karna tempatnya yang juga lumayan bagus. Keduanya masih mengenakan seragam sekolah, selalu mereka yang paling lama duduk disana, karna Jidan selalu ingin menemani Zila sampai gadis itu ingin pulang.
"Nah kan, hambar lagi. Kasian banget tau telurnya lupa kamu kasih garam terus..."
"Oh iya... Aduh gimana dong, hahaha"
"Gapapa, aku suka kalau kamu yang buat"
"Oke, aku catat. Zila itu cewek yang suka roti panggang telur hambar" ungkap Jidan disambung oleh tawa diakhir kalimatnya.
"Gak gitu juga, gimana nanti kalo yang makan orang yang gak suka telur hambar? Kasian kan" cicit Zila memfokuskan pandangannya pada Jidan. Cowok didepannya itu balas tertawa. Matanya sedikit mengercit.
"Emangnya siapa lagi yang bakal makan buatan aku? Kalo bukan kamu?"
"Ya pasti ada lah, gak mungkin kamu gak mau masak untuk orang lain, kan?"
"Kenapa gak mungkin?" Timpal Jidan selalu membalas lontar gadis itu dengan pertanyaan. Tatapannya semakin dalam, senyumnya semakin hangat menebar.
"Hidup kamu masih panjang, bakal ada lebih banyak orang yang bakal kamu temui nantinya, ga selalu aku kan?" Jelas Zila. Jidan terdiam, menatap gadis itu yang sibuk dengan makanannya.
***
"Ji!" Panggil Fara dengan suara lantang, itu adalah panggilan kesekian kali. Seketika Jidan tersentak dari lamunannya, tak sadar ucapan Fara tentang masakannya tadi membuka kembali kenangannya dimasa lalu. Wajahnya bengong kearah Fara, dengan isi kepala yang sudah tak disana.
"Kenapa? Gitu banget ngeliatin nya, aku secantik itu, ya? Hahahaha" lelucon nya penuh percaya diri. Gadis itu kembali menunduk menikmati makanannya, tak menghiraukan Jidan yang sebenarnya sedang kembali merasakan rapuhnya. Bukan sebuah kenangan yang menyakitkan, melainkan hanya sesuatu yang mustahil akan terulang. Itu yang membuat Jidan berlarut-larut dalam sesal, mengingat hal yang tak sempat ia lakukan dimasa lampau.
"Oh iya, ji..." Fara mendongakkan kepalanya. "Abis ini kita jalan-jalan, ya?" Sambung gadis itu mengangkat kedua alisnya.
"Kemana?"
"Taman deket sini, sebentar aja... Kamu ke cafe jam sembilan, kan?" Ujar Fara memastikan. Jidan lalu mengangguk pelan, bibirnya mengercit kedalam. "Oke" timpalnya setuju.
Beberapa saat setelahnya, mereka berjalan-jalan santai ditaman samping apartemen itu. Matahari pagi belum terasa panas, angin juga masih terasa dari dedaunan yang bergoyang. Ada beberapa orang yang menikmati paginya disana juga, selain mereka. Langkah santai itu sesekali dibuai oleh percakapan ringan, kali ini Jidan memulai duluan. "Aku gak pernah punya temen yang suka kemana-mana berdua, apalagi nginap berdua, makan berdua, masak untuk teman itu juga aneh. Kalo pun ada yang ngelakuin itu, pastinya bukan temen namanya" ungkap Jidan berharap gadis itu akan mengerti maksud dari kalimat panjang yang ia lontarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kelana [ SUDAH TERBIT ]
Teen Fiction"kita ini apa?" Tanya cowok itu. Akan tetapi tak pernah tau jawabannya. Fara diora zevanya, seorang mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta. Gadis tanpa tujuan hidup itu selalu ragu dengan apa arti rasa, hingga berkelana kesana kemari mencari...