23 - Malam persiapan

6 1 0
                                    

Halo lagi!!

Absen dong, yang suka ceritanya!

--------------------------------------

"Ji... Lo gak mau ngomong apa gitu?" Pinta Darrel. Keduanya tengah berjalan di trotoar menuju halte untuk pulang ke kosan Jidan, dan dari tadi, Darrel benar-benar berharap Jidan akan menjelaskan sesuatu padanya. Begitu banyak yang ingin dia tanyakan, akan tetapi, entah kenapa rasanya mereka menjadi tak sedekat dulu. Jidan seolah menyembunyikan banyak hal padanya, yang padahal, dari dulu ia selalu jadi tempat mengadu Jidan. Bahkan hanya untuk sekedar terjatuh di jalan saat menuju sekolah saja, Jidan tak lupa bercerita padanya.

"Ngomong apa, Rel?" Tanyanya sedikit bingung. Langkahnya melambat, dengan menyandang sebelah tali tas ransel di punggungnya itu. Darrel lalu berdeham pelan, membuang pandangannya melihat jalan yang mulai sepi malan itu. Cowok itu berusaha menyembunyikan wajah kecewanya.

"Lo masih suka sama Zila?" Tanya Darrel spontan. Langkah Jidan menjadi kendur, cowok itu mengerjap berlebihan menatap kebawah. "Udah enggak, Rel" jawabnya singkat. Wajah Jidan tampak santai, ia pun tak segan menebar senyum tipis.

"Berarti Fara emang cewek lo?"

"Rel..., gak git-"

"Tadi juga di cafe lo gak bisa jawab. Kenapa takut-takut gitu? Ini gue loh, Ji... Darrel... Temen kecil lo... Sejak kapan ada rahasia-rahasia an gini?"

"Gak ada rahasia! Gue cuman bingung bilangnya gimana. Dia emang belum jadi cewek gue, gue juga gak tau kami ini apa"

Darrel diam sejenak, melirik kesamping memperhatikan raut nanar Jidan.

"Lo kejebak dalam hubungan kayak gitu lagi, Ji?" Tutur Darrel. Intonasinya mulai rendah, Jidan pun tak bisa menjawab itu. Ia terdiam menunduk kala berjalan memegangi tali tas ransel nya. Tak sadar mereka sudah sampai di halte bus, keduanya duduk dan Jidan masih mengurung wajahnya dalam kesunyian.

Darrel menarik bibirnya kedalam, melirik Jidan berkali-kali seolah ada sesuatu yang tertahan untuk ia sampaikan. Rasa ragunya lebih besar dari sekedar kalimat itu, yang cowok itu simpan dari lama.

"Selumbari... Sehari sebelum gue berangkat kesini... Tepat setelah gue nelfon lo... Gue liat om Galan di desa..." Ungkap Darrel bercerita. Jidan menaikkan pandangannya, menatap fokus pada Darrel menunggu kelanjutan dari kalimat itu.

"Dia kayak bagi-bagi sembako gitu, ke semua rumah. Gue tau, minimarket tempat lo kerja tadi punya om Galan, kan? Ibu lo cerita. Tadi juga dia bilang makasih ke om Galan, soal itu"

"Dia emang baik ya, orangnya" pinta Jidan mengulas senyum hangat. Namun ekspresi Darrel justru datar, sedikit menaruh curiga. "Lo gak tau dulu dia gimana? Atau emang lupa?" Ujarnya.

"Hah? Kenapa? Gue gak tau apa-apa" Jidan pun menjadi penasaran. Senyumnya kembali memudar hingga lenyap dari wajah manis itu. "Dulu jaman kita masih SMP, dia sering tuh di pukulin warga karna maling. Copet ibu-ibu di pasar lah, begal motor orang pun dia pernah. Sampai satu kampung gedek sama dia, makanya dia kabur, sekitar empat tahun lalu mungkin dan ternyata lo ketemu dia di Jakarta. Semua baru tau karna di kasih tau sama ibu lo, kalo om Galan di Jakarta. Dan tiba-tiba dia muncul di desa, bagi-bagi banyak banget" jelas Darrel bercerita. Jidan rasanya benar-benar melewatkan memori itu, dan baru kembali pulih sekarang.

Ruang Kelana [ SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang