Masih pukul 6 pagi, saat Xavier yang tengah berbaring langsung melesat ke kamar mandi. Alpha muda rasakan gejolak tak nyaman dari perutnya. Merambat ke kerongkongan, memaksakan untuk mengeluarkan entah apapun itu yang membuat perutnya tak nyaman.
“Hoek”
Suara muntahan terdengar bersamaan dengan flush yang dinyalakan. Meskipun hanya cairan bening saja yang keluar tetap membuat Xavier bergidik tak nyaman.
Si alpha basuh wajahnya yang selama 2 minggu terakhir terlihat pucat akibat rasa mual yang utamanya pagi hari mengganggunya.
Rambut yang biasa tertata rapi itu kini turun menutupi dahi sang alpha, setengah basah akibat percikan air menambah kesan kuyu di wajah yang selalu terlihat kaku itu.
Setelah dirasa sedikit membaik Xavier beranjak, membersihkan diri. Bersiap untuk melanjutkan pekerjaannya.
Alpha muda itu hanya menggunakan poloshirt olive dengan trousers hitam. Karena beban kerjanya hari ini hanyalah melatih para guard junior.
Menuruni lantai 2 tempat kamarnya berada, Xavier melihat sang ayah sudah menunggunya di meja makan. Jujur melihat hidangan yang tersaji Xavier tak memiliki nafsu makan sama sekali. Yang ada hanya rasa mual yang kembali hadir dan coba dia tahan di hadapan sang ayah.
“Kau terlihat kuyu akhir-akhir, ada apa?” Tanya sang ayah melihat Xavier tak menyentuh sarapan hanya sembarang menyambar roti tawar hambar untuk di kunyah.
“Tidak ada, hanya sedikit lelah.” Jawabnya.
Sang ayah tak menjawab. Tapi menatapnya lekat, seolah memindai kebohongan dari perkataannya. Sebelum helaan nafas yang dia dengar
“Jangan terlalu memaksakan diri. Jika kau merasa tak nyaman. Istirahat.”
Xavier hanya mengangguk. Pikirannya mengawang saat memperhatikan sang ayah. Terhitung 2 bulan semenjak kejadian rut Enigmanya. Namun setelahnya mereka bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
Bahkan dapat Xavier rasakan Eldernya itu sedikit menjauh darinya. Seolah dekat dengannya akan menimbulkan penyakit menular yang mematikan. Tindakan tersebut tentunya sukses membuat hati sang alpha berdenyut. Nyeri
“Ayah.” Panggilnya
“Hm?”
“Apa berpisah dengan ibu menyakitkan?” Tanyanya
Dijauhi matenya saja menyakitkan, apalagi berpisah untuk selamanya. Xavier benar-benar tidak bisa membayangkan sesakit apa yang dirasakan ayahnya.
“Sakit, sampai rasanya ayah ingin menyusul ibumu. Tapi ayah sadar masih ada kau yang membutuhkan ayah.”
Xavier terdiam. Entah apa yang ada di pikirannya.
“Rasanya setiap malam seperti kapal yang ditengah lautan badai tapi dermaga tempatmu pulang sudah hancur tak bersisa. Terombang ambing, tanpa tujuan. Menunggu kehancuran.”
Terkejut tentu saja mendengar hal itu. Ayahnya di mata Xavier adalah sosok yang kuat. Dia tak menyangka kehilangan ibu jauh berdampak sebesar ini pada ayahnya.
Belum sempat dirinyanya berucap, sang ayah kembali melanjutnya
“Xavier dengar. Siapapun matemu, bagaimanapun kondisinya jangan pernah meninggalkan dia jika bukan karena kematian. Ditinggalkan oleh matemu sama halnya dengan separuh hidupmu ikut bersamanya.”
****
Alpha muda yang tadi tengah berbicara serius dengan sang ayah itu kini berada di arena latihan para guard. Pikirannya mengawang sebab kalimat sang ayah benar-benar terngiang di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha
WerewolfXavier is an Alpha, and Orion is an Enigma. They are two parallel lines that were never meant to intersect