Langkah Xavier mantap menuju salah satu ruangan khusus di Rumah Sakit Pack. Saat ini masih pukul 12 siang, masih jam istirahat. Harusnya memang para dokter masih menjalani makan siang kecuali dokter 1 ini.
"Kau memotong waktu makan siangku kapten." Sapaan hangat Joseph begitu Xavier memasuki ruangan.
Namun ledekan lain tertahan di mulutnya saat melihat penampilan temannya jelas tidak dalam kondisi yang baik. Tatapannya menyelidik pada sosok Alpha yang terlihat kuyu itu.
"Kau baik-baik saja, Xavier?" Tanyanya cemas
"Tolong aku..." Lirih sang alpha
Joseph segera bangkit dari duduknya, menghampiri kapten guard packnya. "Ada apa? Jangan membuatku khawatir."
"Tidak dinisi Jo."
Joseph mengangguk, menarik tangan Alpha itu tanpa perlawanan, membawa ke salah satu ruang pemeriksaan khusus yang tak pernah dipakai jika tak ada kondisi darurat. Memastikan tidak ada seorangpun yang mungkin mendengar pembicaraan mereka.
"Aku hamil." 2 kata itu mengawali kalimat pembuka Xavier, membuat sang dokter tak sengaja tersedak ludahnya sendiri.
"Kau bercanda Xavier?"
Xavier menggeleng lalu terdiam hanya menatap temannya itu. Membuat Joseph paham bahwa dirinya benar tak berbohong.
"Selamat jika begitu. Kenapa kau tidak memberi tahu bahwa kau sudah menemukan matemu? Dan sekarang kau akan memiliki seorang anak?" Serunya
"Astaga kau harus segera memberi tau kabar bahagia ini pada matemu dan paman Sam. Mereka pasti sangat senang."
Ucapan dengan penuh semangat itu harus terpotong, saat sebuah kalimat Xavier sukses membuat Joseph meledak.
"Aku...Aku ingin kau membantu menyingkirkannya." Ucap Xavier dengan getir
Mendengar itu Joseph terbelalak, tatapan terkejutnya berganti amarah. "Apa-apaan, kau gila Xavier? Kau mau melakukan dosa besar dengan menjadi pembunuh? Bagaimana dengan matemu, kau tidak memikirkannya? Aku tau kau adalah kapten guard yang sangat bertanggung jawab pada pack, tapi kau sampai rela membunuh darah dagingmu sendiri?"
Runtutan pertanyaan itu membuat tanpa sadar satu tetes air mata untuk pertama kali mengalir dari sang Alpha, membuat Joseph yang terbawa amarah, ikut terdiam seketika.
"Aku tau Joseph. Aku sangat tau." Lirihnya
"Tapi posisinya, dia datang di saat yang tidak tepat. Jika aku memaksa mempertahankannya, aku hanya akan menyakitinya lebih jauh."
Joseph masih diam membiarkan temannya ini menjelaskan. Sejujurnya dia tau betul sosok berhati lembut seperti Xavier tidak akan tiba-tiba mengambil keputusan sekejam ini tanpa pertimbangan panjang.
Diamatinya Xavier yang membuka kancing polo shirtnya menunjukan bahu yang dengan indah terukir gambar burung phoenix. Namun bukan gambar indah itu tak berwarna hitam cerah seperti miliknya, melainkan pudar seolah dipaksa untuk dihapus, menunggu untuk menghilang.
"Xavier.. ini tidak mungkin kan?" Joseph menggeleng tak percaya.
"Dia menolakku Jo. Dia... tidak mau menerimaku, terlebih anak ini. Aku harus apa..."
Kembali setetes air mata mengalir di mata indah sang Alpha yang segera dihapus oleh si empunya. Melihat itu Joseph mendekat. Memeluk teman baiknya dari semasa kecil itu erat. Ikut terisak merasakan kesedihan temannya.
"Ceritakan padaku Xavier. Semuanya, kau tidak harus menanggung semua sendiri, ceritakan padaku. Kau masih memiliki aku, dan yang lain disini."
Si Alpha terdiam, sebelum dengan lirih menceritakan semuanya dari awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha
WerewolfXavier is an Alpha, and Orion is an Enigma. They are two parallel lines that were never meant to intersect