Xavier hanya mampu menatap lamat Emergency Room di hadapannya. Beberapa guard sudah mencoba menyuruh sang Luna untuk duduk, namun diabaikan olehnya.
Membiarkan sang Luna berdiri tegak menghadap pintu ruang yang tertutup rapat.
Entah sudah berapa lama Xavier berdiri, seluruh tubuhnya termasuk hatinya terasa mati rasa. Sang alpha pun mengabaikan kedatangan mertua dan ayahnya sendiri selepas membabat habis para rogue itu.
Lampu ER sudah padam, selepas beberapa jam berlalu dan seorang dokter keluar dari ruangan dengan wajah lelah.
Langsung berhadapan dengan sang Luna yang menatapnya penuh harap.
“Kami sudah mengeluarkan sebagian besar racunnya. Namun karena lukanya sangat dalam, kami masih perlu menunggu Elder kembali sadar untuk mengeluarkan sisa racunnya.”
“Black potion yang berada di dalam belati. Jika saja Elder bukan seorang Enigma. Kami tidak bisa melakukan apapun.”
Penjelasan itu masih tak membuat Xavier lega.
“Apakah dia akan baik-baik saja?”Dokter Eident terdiam agak lama “Asal Elder segera bangun, kami bisa segera mengeluarkan sisa racunnya.”
“Kenapa tak kalian keluarkan sekarang juga.”
“Luna, sisa racun sudah menyebar agak cepat. Dan kami harus memastikan Elder sadar untuk mengetahui tak ada gangguan pada sistem syarafnya.”
Xavier bergeming, menoleh saat melihat sang ayah menepuk bahunya pelan. Kemudian membawanya pada dekapan.
Alpha muda itu menumpukan kepala pada sang ayah. Samuel memang tak mendengar isakan, tapi bahunya yang basah menunjukan semua perasaan Xavier.
Begitu pula dengan Angela yang tergugu di pelukan Alger.
****
Sudah 3 hari, Orion dipindahkan ke ruang rawat biasa dengan pemantauan intensif.
Kali ini Xavier yang kembali menungguinya. Juinth yang kebetulan tidak terlalu rewel dia titipkan pada mertuanya. Berhubung sang Luna berencana menginap di ruan rawat Orion.
Beberapa pekerjaan terkait pack sementara di handle oleh Alger dan Angela, terlebih urusan pemberian hukuman mati pada sisa rogue selepas mereka introgasi.
Alpha muda itu menatap wajah pucat Orion yang terhalang masker Oksigen. Ditatapnya lamat, sebelum menggenggam erat tangan kiri milik Orion yang tak terpasang infus.
“Juinth benar-benar mirip dengan anda.” Lirihnya
“Anda tidak ingin bangun? Tidak ingin melihat Juinth? Dia sudah bisa mengoceh meskipun saya tidak mengerti. Atau apakah anda marah pada saya?”
Xavier terdiam sejenak, dokter bilang mengajak Orion berbicara bisa merangsangnya untuk segera sadar. Jadilah ini kebiasaan barunya. Bermonolog di ruang rawat milik Orion.
“Bukankan harusnya saya yang masih marah pada anda?”
“Elder…”
“Jika anda tidak segera bangun, saya benar-benar akan membawa Juinth pergi jauh.” Ancamnya dengan getir.
Orion bergeming, dan Xavier tersenyum miris. “Tolong segera bangun. Saya dan Juinth tidak bisa terus hidup tanpa anda.”
Tak ada jawaban, hanya bunyi mesin Elektrokardiogram yang mengisi sunyi.
Kembali ditatapnya lamat wajah milik Orion tanpa melepas genggamannya, hingga tanpa sadar entah karena lelah, Xavier turut terlelap dengan posisi kepala bertumpu pada bed milik Orion.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha
WerewolfXavier is an Alpha, and Orion is an Enigma. They are two parallel lines that were never meant to intersect