Extra 2

14.1K 1.5K 112
                                    

“Juint mau minta Adik.” Ucapan sang anak yang sudah menginjak 8 tahun itu sukses membuat Orion tersedak kopinya.

Sementara Xavier terdiam, dan menatap sang putra lekat.

“Kenapa tiba-tiba?” Xavier bertanya pasalnya permintaan ini bukan sekali dua kali dikatakan oleh putranya itu.

Si kecil mencebik “Juinth mau punya teman bermain. Ayah sibuk, Papa juga kadang sibuk. Juinth bosan hanya bermain dengan para guard.”

Mendengar itu Xavier terhenyak, apa dirinya dan Orion terlalu sibuk akhir-akhir ini? Hingga putranya mengatakan demikian.

Tatapan si alpha beralih pada enigmanya yang masih menatap tenang putra mereka, mendengar dengan baik keluhan sang putra. Helaan nafas keluar juga dari si kepala keluarga.

“Jika hanya ingin teman bermain bukankah ada Nathan? Juinth kan selalu bersama dengan Nathan?” Orion mencoba bernegosiasi dengan sang putra.

“Tidak mau. Nathan kan tidak bisa sehari semalam bersama Juinth. Ujungnya Juinth juga sendirian.”

Mendengar itu Orion kembali terdiam, menatap pada Xavier sebelum menggeleng tegas.

“Juinth, mempunyai adik itu bukan hanya sebagai teman bermain. Juinth harus bisa menjadi kakak yang baik. Menjaganya dan melindunginya.”

Penjelasan dari Xavier itu di cerna si kecil. Xavier harus menjelaskan bahwa memiliki adik tidak semudah membeli mainan seperti yang biasa dilakukan sang putra. Ada tanggung jawab besar dan panjang setelahnya.

“Tidak apa-apa. Juinth bisa kok, Juinth kan selalu berlatih dengan paman-paman guard.” Ucap si kecil tetap kukuh pada pendiriannya.

“Tidak Dymitrive Juinth.” Namun putusan final ada pada Orion. Tatapan lembutnya berubah tegas ketika menolak keinginan sang putra terlebih sudah menyebutkan nama depannya.

Juinth yang baru pertama kali diperlakukan seperti itu lantas mencebik. Takut pada tatapan ayahnya yang tak biasa. Hingga tanpa sadar setetes air mata mengalir di wajah kecilnya.

“Orion.” Peringatan dari Xavier membuat Orion membuat muka. Namun tak urung tetap pada keputusannya.

“Tidak ada Xavier. Juinth juga harus tahu bahwa segala keinginannya ada kalanya tidak bisa terwujud.”

Kalimat final itu diikuti oleh Orion yang beranjak, meninggalkan Juinth yang terisak dalam rengkuhan papanya. Xavier hanya menatap rumit punggung sang mate yang menjauh.

****

Xavier merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Namun wangi aroma musk khas feromon sang Enigma membuatnya tak berontak.

Membiarkan Orion memeluknya erat sembari mengendus area leher yang terdapat marking darinya bertahun-tahun lalu.

“Tidak seharusnya kau bersikap seperti tadi pada Juinth.”

Xavier membalikkan badan menatap pada wajah tampan sang enigma. Melihat bagaimana wajah lelah Orion menghela nafas berat.

“Maaf. Tapi memang tidak seharusnya kita menuruti segala permintaannya Xavier. Kali ini biarkan dia belajar menerima bahwa tak semua hal bisa dia dapatkan.”

Giliran Xavier yang menghela nafas. Enigmanya benar. Tak semua yang Juinth mau bisa dia dapatkan. Putranya juga harus menerima dan belajar untuk merasa kecewa.

“Jika saja…” Kalimat itu terputus dengan Orion yang membungkam bibirnya.

“Tidak ada jika Xavier. Aku sudah lebih dari cukup dengan memiliki Juinth.”

AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang