PART - 43

77 12 3
                                    

Sana memandang neneknya dengan wajah tak percaya. "Tidak, aku tidak akan pergi!" Teriaknya sambil berlari keluar dari apartemen.

Sana kabur setelah mendengar tujuan neneknya yang datang secara tiba-tiba didepan pintu Sowon.

"Sana!" Sowon dan Jin berteriak hampir bersamaan, namun Sana sudah menghilang dari pandangan.

Jin segera berbalik kepada Sowon. "Aku akan mengejarnya, kau tetap di sini bersama Nyonya Lee," katanya tegas sebelum berlari mengejar Sana.

Sowon mengangguk dan menoleh kepada Nyonya Lee yang terlihat sangat tidak senang. "Mari kita masuk, Nyonya," katanya dengan sopan, mencoba untuk meredakan ketegangan.

Sementara itu, Jin berlari sekuat tenaga, mencoba menemukan jejak Sana. Setelah beberapa menit, dia akhirnya melihatnya duduk di bangku taman dekat apartemen Sowon, sambil menangis.

"Sana," Jin memanggil dengan lembut saat mendekati gadis itu.

"Detektif kim..." Sana menghapus air matanya, tapi jelas dia masih sangat kesal.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak mau kembali dengan nenekmu?" Jin duduk di sampingnya.

Sana menghela napas panjang. "Nenekku adalah orang yang dingin dan ketat.... Aku merasa Dia membenciku karena aku mirip ibuku. Dia akan mengirimku ke sekolah asrama di Inggris. Aku tidak bisa hidup seperti itu. Aku merasa bahagia tinggal bersama Sowon. Aku tidak ingin ini berakhir."

Jin mengangguk memahami. "Aku mengerti. Tapi nenekmu hanya ingin yang terbaik untukmu. Ditambah, orang yang membunuh ayahmu masih berkeliaran Sana. Kau akan lebih aman jika berada jauh dari sini."

Kembali di apartemen, Sowon mencoba berbicara dengan Nyonya Lee. "Sana adalah gadis yang luar biasa. Dia selalu mendapatkan nilai terbaik di kelas dan memiliki kecintaan yang besar dalam desain."

Ekspresi tegas Nyonya Lee mulai melunak sedikit. "Benarkah? Dia tidak pernah menyebutkan itu padaku."

"Ya," lanjut Sowon, "dia sangat berbakat dan berdedikasi. Aku pikir dia akan berkembang lebih baik jika dia bisa mengejar minatnya."
Nyonya Lee terlihat merenung, mempertimbangkan kata-kata Sowon.

Sementara itu, Jin terus berbicara dengan Sana. "Dengar, aku tahu ini sulit, tapi melarikan diri bukan solusinya. Mari kita kembali, aku takut karena kemajuan dari kasus yang lambat akan membuatmu dalam bahaya."

Sana berpikir panjang sambil menutup matanya. Tidak ada yang bisa dia lakukan lagi selain menerima perintah neneknya. Ia pun mengangguk, " Aku... Aku tidak menyukainya. Tetapi tak ada cara lain."

Ketika mereka kembali ke apartemen, mereka menemukan semua barang Sana sudah dikemas oleh para asisten neneknya. Sana melihat Sowon dengan rasa bersalah di matanya tetapi tidak bisa berkata apa-apa.

"Saatnya pergi, Sana," kata Nyonya Lee dengan lembut, mencoba untuk berempati dengan Sana walau dengan raut wajahnya yang tegas.

Sana mengangguk dan menerima nasibnya, dan dengan hati yang berat, dia mengucapkan selamat tinggal kepada Jin dan Sowon. "Terima kasih untuk segalanya," bisiknya sambil memeluk Sowon erat-erat.

Sowon tersenyum sedih. "Semoga sukses, Sana. Mari kita tetap terhubung."

Sana bergabung dengan neneknya di mobil, dan saat perjalanan ke bandara, Nyonya Lee berbicara. "Kau tahu, Sana, aku memutuskan untuk tidak memasukkanmu ke sekolah asrama. Sebaliknya, aku akan membiarkanmu memilih apa yang ingin kau lakukan. Kata-kata gadis itu benar-benar membuatku berpikir." Ia memalingkan wajahnya dari Sana.

Mata Sana melebar karena terkejut. "Benarkah?" Mata Sana kembali berlinang air mata, "Terima kasih, Nenek." Ia memeluk neneknya dengan erat. "Aku akan membuatmu bangga."

Neneknya agak terkejut oleh pelukan dari Sana, wajahnya yang terlihat dingin itu lama-lama berubah menjadi hangat, "Maafkan aku yang selalu dingin padamu nak. Aku akan selalu bangga padamu."

-~~~-

Jin sedang membantu Sowon membereskan apartemennya, setelah kejadian tadi, Sowon perlu waktu untuk menenangkan diri dan memproses secara baik-baik.
Sowon merasa gelombang rasa bersalah menguasainya. "Aku merasa sangat buruk karena tidak bisa mengatakan lebih banyak untuk meyakinkan neneknya."

Jin mendekat dan memeluknya dengan hangat. "Tidak apa-apa, Sowon. Kau sudah melakukan yang terbaik. Terkadang, itu saja sudah cukup."

Sowon merasa air mata mulai mengalir, tetapi Jin dengan lembut menghapusnya. "Terima kasih, Jin. Aku hanya... aku ingin membantunya."

"Kau sudah membantunya," Jin meyakinkan. "Dan siapa yang tahu? Mungkin ini akan menjadi yang terbaik."

Setelah beberapa menit, Sowon merasa lebih tenang. Jin kemudian mengganti topik pembicaraan menjadi sesuatu yang lebih ceria. "Ngomong-ngomong, bersiaplah. Aku baru saja mendapatkan konfirmasi bahwa Namjoon akhirnya akan tiba dalam tiga hari."

Mata Sowon yang tadinya sedih, seketika berbinar dengan semangat. "Benarkah? Itu kabar baik!"

Jin tersenyum melihat reaksinya. Dia merasa sangat senang dan tidak bisa menahan diri untuk memberikan ciuman di pipinya. Sowon membeku dan memerah, "A-apa itu?! Benar-benar serangan yang tiba-tiba!" ia menyentuh  pipi yang dicium Jin sambil mencoba menyembunyikan wajah merahnya.

Jin tertawa dan mendekat dan merangkul pinggang Sowon, "Aku bisa memberikan lebih banyak--"
Sowon menutup mulut Jin, lalu berkata "H-Hei, kita harus bekerja!" katanya, mencoba mengalihkan perhatian.

Jin kembali tertawa, "Baiklah, baiklah. Mari kita kembali bekerja."

Dengan begitu, mereka kembali ke tugas mereka, keduanya merasa sedikit lebih optimis tentang hari-hari yang akan datang.

-~~~-

"Jun, sambungkan aku dengan Namjoon. Aku harus mengkonfirmasi rencanaku saat dia datang."

"Baiklah detektif Kim. Ku harap semua berjalan dengan lancar. Aku tak tahu apa yang kau pikirkan, tapi aku mengetahui bahwa kau adalah wanita yang pintar."

Sowon tersenyum, "Terima kasih telah membantuku dalam beberapa waktu ini... Dan terima kasih sudah menyembunyikannya dari Letnan Kim."

"Maafkan aku Jin, tapi aku harus melakukan ini."

Hari yang di tunggu-tunggu oleh mereka berdua telah datang. Jin dan Sowon menjemput Namjoon di Bandara setelah perjalanan yang jauh dari Amerika.

Mereka melihat Namjoon keluar dari pintu Bandara. "Hei kawan lama! Sudah lama tidak bertemu."

Namjoon menyambut Jin dengan penuh antusias ia menarik Jin kedalam sebuah pelukan, "Senang bisa bekerja kembali dengan mu." Kata Jin dengan kaku, "Apa kau bisa melepas pelukan ini, aku merasa sesak."

"Kau masih tetap sama ya, apa kau lupa dengan pertemanan kita dahulu?" Setelah melepas pelukannya, Jin langsung merapihkan baju, seolah menghilangkan debu-debu dari Namjoon.

"Ahem! Ini bukan saatnya bercanda. Sowon ini Namjoon, Namjoon- Sowon." Jin memperknal keduanya, "Ah! Senang akhirnya bisa bertemu dengan detektif Kim. Anda sangat cantik hari ini."

Namjoon menjabat tangan Sowon, "Senang bertemu denganmu juga agen Namjoon, kau juga sama tampannya seperti di foto-fotomu yang Jin berikan."

Interaksi keduanya membuat Jin sedikit terganggu, apalagi dia merasa bahwa jabatan tangan ini dirasa sudah terlalu lama. "Kalian cepat sekali akrab ya." Jin memutuskan jabatan tangan mereka berdua, dan menggenggam tangan Sowon. "Sudahlah, mari kita bekerja."

"Hohoho... Sepertinya aku tidak sengaja menyinggungmu Letnan Kim."

"Berisik." Jin menarik Sowon lalu diikuti oleh Namjoon, "Ayo, kita tidak boleh membuang-buang waktu lagi, ada kasus yang harus kita selesaikan."

***
Hi! Thank you for reading!
See you! Xoxox❤️

Detective in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang