12 - PT. 2

154 141 16
                                    

✦•┈๑⋅⋯ ࣪˖ ִֶָ𐀔 ⋯⋅๑┈•✦

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

✦•┈๑⋅⋯ ࣪˖ ִֶָ𐀔 ⋯⋅๑┈•✦

Althea menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantungnya yang bergemuruh. Dia melirik ke arah jendela, matanya menyapu langit yang menarik perhatiannya. Sejenak, bayangan samar kelelawar itu terlintas di benaknya. Namun, ketika dia berusaha mencari lagi, sosok itu sudah menghilang tanpa jejak. Rasa was-was mulai menyelimuti hatinya.

"Ibu, aku merasa ada yang aneh tadi. Sepertinya ada yang sedang memperhatikan kita. Saat aku melihat ke luar jendela, aku yakin aku melihat sesuatu yang bergerak di sana. Apakah Ibu juga menyadari hal itu?" Suara Althea bergetar, matanya tertuju pada ibunya, mencari-cari petunjuk atau penjelasan. Ibu menaikkan alis, menatap Althea dengan tatapan penuh tanya.

"Tidak mungkin, Thea. Tidak ada yang mencurigakan sama sekali. Mungkin hanya perasaanmu saja. Lagipula, jendela kamar kita kan cukup tinggi. Siapa yang mau repot-repot memanjat sampai ke sini hanya untuk mengintai kita?" Ibunya berusaha menenangkannya, namun nada suaranya terdengar sedikit ragu.

"Baiklah, sepertinya memang hanya firasatku saja." Althea menghela nafas lega. Ibunya benar, jendela kamar mereka memang cukup tinggi. Tidak mungkin ada orang yang bisa memanjat sampai ke sini tanpa bantuan alat. Dengan pikiran yang lebih tenang, Althea berusaha membiarkan perasaan aneh tadi.

Namun, dia tak tahu bahwa sepasang mata merah menyala sedang mengamati mereka dari balik jendela tadi merupakan seorang vampir, dalam wujud kelelawar, telah menyaksikan dan mendengar percakapan mereka secara keseluruhan.

"Ini sudah hampir larut malam, sebaiknya kamu tidur, Nak," ucap Ibunya yang baru saja melihat ke arah jam antik yang ada di pojok ujung ruangan.

"Iya, selamat malam, Bu." Althea berjalan keluar dari ruangan itu, menuju kamarnya.

Althea menghela nafas panjang, langkah kakinya bergema pelan di sepanjang koridor istana yang sunyi. Dinding-dinding tinggi berhiaskan ukiran rumit, menjulang di atasnya lampu-lampu mewah yang memancarkan cahaya redup, menciptakan suasana mistis yang menyelimuti istana kuno ini.

Dia melewati deretan jendela-jendela besar. Dari luar, cahaya rembulan memantul di permukaan air danau yang tenang, menciptakan pemandangan yang begitu indah. Namun, keindahan itu tak mampu mengalihkan perhatian Althea dari perasaan gelisah yang terus menghantuinya.

Pandangannya beralih pada para penjaga istana yang berdiri tegak di pos mereka. Mereka tampak begitu waspada, mata mereka terus mengawasi setiap sudut istana. Althea merasa sedikit lebih tenang melihat kehadiran para penjaga ini.

Tiba-tiba, sebuah suara gaduh terdengar dari arah luar. Suara itu seperti benda yang terjatuh atau sesuatu yang sedang merangkak. Althea menghentikan langkahnya, jantungnya berdebar kencang. Dia menoleh ke arah sumber suara, namun tak ada apa-apa yang terlihat.

"Hanya angin saja mungkin," batinnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Meskipun yang dia pikirkan tidak masuk akal.

Dia melanjutkan langkahnya, namun perasaan was-was terus menghantuinya. Setiap bunyi langkahnya terasa begitu keras di dalam kesunyian malam. Bayangan-bayangan aneh terus bermunculan di benaknya.

Akhirnya, Althea sampai di kamarnya. Dia membuka pintu dan masuk ke dalam. Kamar itu terasa begitu hangat dan nyaman. Althea langsung melompat ke atas kasur empuknya,

Althea menarik selimut tebal hingga ke dagu. Dinginnya malam seolah menembus tulang, namun hawa takut yang masih menghantui pikirannya membuatnya lebih merasa kedinginan. Dia melirik ke arah jendela sekali lagi, berharap dapat menemukan sesuatu yang aneh. Namun, tak ada apa pun selain kegelapan malam yang membentang luas.

Althea beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia membuka tirai tipis, mencoba mencari tanda-tanda makhluk misterius yang tadi sempat membuatnya ketakutan. Namun, seperti yang ia duga, tak ada apa pun di luar sana. Hanya pepohonan yang bergoyang lembut tertiup angin malam.

"Mungkin aku benar-benar hanya berhalusinasi sejak tadi," batin Althea, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Dia menutup kembali tirai dan berjalan keluar kamar. Istana terasa begitu sunyi. Orang tuanya pasti sudah terlelap. Althea memutuskan untuk menelepon Xavier. Mungkin dengan berbicara dengan Xavier, pikirannya akan menjadi lebih tenang.

Althea meraih ponselnya dari atas meja kecil yang berada di samping tempat tidurnya, dan segera menelepon kekasihnya itu. Tak lama kemudian, akhirnya teleponnya dijawab.

"Halo, Thea?" Suara lembut Xavier terdengar dari seberang telepon.

"Xavier, aku merasa takut. Sejak tadi banyak sekali hal aneh yang terjadi," balasnya dengan nada yang terdengar seperti sedang berbisik.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Xavier yang dengan spontan khawatir, menunggu jawaban dari Althea.

"Sudah dua kali aku mendengar suara bising dari luar jendela, dan aku merasa seperti sedang diperhatikan oleh sesuatu," jelasnya singkat, menceritakan tentang kejadian yang baru saja dialaminya. Xavier mendengarkan dengan seksama, sesekali memberikan tanggapan.

"Mungkin itu hanya hewan yang lewat, Thea. Jangan terlalu dipikirkan," ujar Xavier berusaha menenangkannya.

"Aku harap begitu, tetapi rasanya sedikit aneh," jawab Althea.

Mereka masih asyik berbincang, hingga tiba-tiba terdengar suara seorang wanita memanggil nama Xavier.

Sambungan telepon langsung terputus tanpa aba-aba. Althea menghela nafas panjang. Ia tahu, Anastasia, tunangan Xavier, pasti tidak menyukai hubungan mereka. Althea berusaha untuk tidak terlalu memikirkan hal itu.

✦•┈๑⋅⋯ ࣪˖ ִֶָ𐀔 ⋯⋅๑┈•✦

ー ୨୧﹒TO BE CONTINUEDDon't Forget to Vote~ !!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ー ୨୧﹒TO BE CONTINUED
Don't Forget to Vote~ !!

Next Update: 21 June 2024 📌

Whispers of Allure [✓] Where stories live. Discover now