Awan hitam di luar sana membuat langit Jakarta dan sekitarnya menjadi lebih gelap gulita. Hawa dingin sampai menembus pori-pori kulit mereka. Perlahan, rintik hujan mulai membasahi permukaan bumi, tampaknya malam ini langit tengah bersedih.Terhitung sudah ada belasan menit Shera dan Rendra duduk di Kursi Kafe Butterfly, di depan mereka tersandingi dua buah cangkir kopi hangat. Rendra menggerakkan kedua bola matanya untuk menatap sekeliling ruangan, suasana menjadi lebih canggung karena hanya berdiam diaman.
"Shera," panggil Rendra lirih.
Kedua mata Shera langsung teralih pada laki laki itu. Ia mengernyitkan salah satu alisnya. "Iya?"
Helaan nafas terdengar dari mulut Rendra, tiba tiba tangan kanannya menyodorkan setangkai bunga mawar berwarna putih. Hal itu, tentu membuat Shera membulatkan matanya.
"Sebenarnya, gue suka sama lo, Shera." ungkap Rendra.
Dalam hatinya, Rendra deg degan bukan main. Ini kali pertamanya ia mengungkapkan perasaan pada seseorang yang ia cintai. Mendapat ide memberikan bunga pun bukanlah idenya. Itu rekomendasi dari teman temanya.
Rendra mungkin sering kali menggoda Shera, terlihat dari wajahnya sama sudah diketahui bahwa ia adalah seorang yang suka menggombal. Namun, jika tentang ini Rendra tidak tahu.
"Udah lama, sih, dari pertama gue suka main ke rumah lo. Dan itu karena Arthur. Perasaan gue untuk lo, benar benar beda sama yang lain. Gue ngerasa lebih nyaman kalo ketemu sama lo, Ra. Hari ini, akhirnya gue bisa ungkapin perasaan gue. Tapi, gue nggak yakin kalo elo bakal nerima gue." jelasnya seperti tidak yakin.
Pipi Shera bersemu merah. Jantungnya berdetak lebih kencang, atmosfer terasa lebih panas, padahal cuaca sedang hujan.
"Kenapa?" tanya Shera.
Rendra tersenyum saat Shera membalas ucapannya. "Karena, gue jauh berbeda sama lo, Shera. Lo itu anak yang cantik, pintar, dan di didik sempurna sama keluarga. Beda sama gue yang nakal, suka balapan, dan suka bolak balik ruang BK di sekolah. Kalau seandainya lo benar benar nolak gue, gue juga nggak papa, kok."
"Siapa bilang? Ayok pacaran!" seru Shera dengan lantang.
Mendengar ajakan dari Shera, senyum Rendra merekah sempurna. "Serius?" tanya nya masih tidak percaya.
Shera mengangguk yakin. Melihat itu, kini gantian kedua pipi Rendra yang memerah. Ia menutup mulut nya tak percaya. Ia kira, Shera akan menolaknya. Namun, hal itu malah sebaliknya.
Rendra tak menyangka pertemuannya bersama Shera dua tahun terakhir membuahkan hasil yang menyenangkan. Senyumnya semakin melebar saat melihat Shera menyukai bunga nya.
Kemudian, Rendra menunjukkan dua gelang rantai berwarna perak di telapak tangannya. Shera terkejut saat melihat bentuk bintang di sana.
"Bagus nggak?" tanya Rendra.
Shera mengangguk. "Bagus banget!" pujinya antusias.
"Ini tuh kalo kita deketan bintang nya bakal jadi satu. Soalnya ada magnet di sana, dan kalo di satuin, akan ada inisial nama kita." jelas Rendra.
Ia langsung memperlihatkan nya pada Shera. Dan benar saja, saat dua belah Bintang tadi menjadi satu, terdapat inisial nama Shera di depan, dan inisial Rendra pada bagian belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Pemimpin Yang Handal
Teen Fiction______________ "Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghitamkan mawar putihnya." Asher menatap Shera dengan lekat. "Gue tahu itu." *** Shera kira, bersekolah di sekolah yang sejak dulu ia inginkan akan menjadi sebuah kebahagiaan, namun ternyat...