Tercemar

34 5 0
                                    

"How you dare?"
-Mic drop BTS

*
*
*
Happy reading...

Sekitar jam 20.00 mereka berpencar ke setiap sudut SMAGADU. Semuanya terasa sangat membosankan. Agler kira, ini akan terasa menyenangkan. Ia sudah membayangkan jika dia bertemu dengan sosok misterius di sana.

Namun, nyatanya sekolah itu baik baik saja. Kini, dia berjalan bersama dengan Rafka. Agler menghentakkan kakinya sembari berdecak kesal.

Hal itu, sontak membuat Rafka menatapnya.

"Bosen banget gue. Ngapain, sih, Asher segala buat projek kayak gini. Orang sekolah ini baik baik aja." gerutu Agler.

Rafka memutar bola matanya malas. "Lo pikir lo doang yang bosen? Gue juga bosen kali. Biasanya, jam segini tuh, gue lagi main PS di rumah." tutur Rafka.

"Gue kira, lo bakal ngomong jam segini lagi belajar." balas Agler, di akhiri dengan tawa renyah.

Rafka membalas tawa Agler. "Belajar? Sorry, gue nggak bestie sama belajar, kecuali mau semesteran." Tawa Agler semakin mengudara. "Ternyata nggak cuma gue doang yang kayak gitu. Gue kira, lo rajin belajar."

Mereka kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ujung bangunan SMA Garuda Terpadu cukup menyeramkan pada malam hari. Di sini, penerangan nya tidak seperti yang lain. Penerangan di sini sangat minim, hanya ada beberapa lampu di sana, itu pun sudah redup.

"Setelah sekian lama ketemu, lo baru tahu kalo gue males belajar? Kalo gue rajin, gue udah di beliin Apartemen sama Ortu gue." tutur Rafka.

Agler membulatkan matanya. "Lo di kasih tantangan begitu? Anjir, kalo gue jadi lo, udah rajin belajar gue."

"Gue nggak percaya lo bakal rajin belajar, Agler. Lo sama gue aja masih pinteran gue." sahut Rafka, menyombongkan diri.

Agler terkekeh mendengar itu. "Sampean ngece toh, Mas?"

Kini gantian Rafka yang tertawa. Bukan maksud apa apa, tapi memang benar. Tingkat kepintaran Rafka lebih tinggi daripada Agler. Walaupun malas belajar, Rafka tetap memperhatikan guru saat pembelajaran.

Berbeda dengan Agler yang selalu bodo amat. Saat pembelajaran, jika Agler mengantuk, maka ia akan tidur. Jika dia malas, maka ia akan bermain sendiri. Intinya, Agler paling susah untuk di atur.

Manik mata Rafka terasa pegal ketika sebuah cahaya menyorot wajahnya sekilas. Ia menatap hutan belakang sekolah. Di sana gelap, banyak pepohonan besar.

Dari mana arah lampu itu.

"Lo lihat ada cahaya?" tanya Rafka, siapa tahu teman satu kelasnya itu melihatnya.

Anak itu menggeleng. Rafka menyalakan senter yang ia bawa, ia menyorotkan sinar itu ke hutan, sampai akhirnya senternya bertemu dengan cahaya itu kembali.

Apa itu. Apakah di sana ada anak juga? Tetapi untuk apa mereka di sana?

"Emang ada apa, sih?" tanya Agler, karena Rafka terlihat aneh.

"Gue mau ke sana. Lo mau ikut, nggak?"

"Ke dalem hutan? Oke aja." timpal Agler.

Rafka mengangguk. Mereka berdua berjalan mendekati pagar pembatas. Banu ingin membuka, derap langkah kaki terdengar dari belakang.

Mereka sontak berbalik badan, terlihat Rengganis dan Chika berlari menghampiri mereka. "Kalian mau kemana?" tanya Rengganis.

Melihat itu, Agler lantas mendorong tangannya agar dua gadis itu berhenti. "Jangan mendekat, aku sudah mandi." ucap Agler, memalingkan wajahnya ke samping.

Seorang Pemimpin Yang HandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang