"Apapun yang terjadi, jangan berpikir untuk cepat mati."
–Seorang Pemimpin yang Handal.*
*
*
Happy reading...Rafka membuka mata saat asap tidak lezat menusuk ke dalam hidungnya. Kedua matanya langsung membulat sempurna ketika asap hitam sudah memenuhi gubuk tua itu.
Dia berjalan menghampiri Veline yang masih tertidur. Di guncang guncang lah tubuh Veline sampai gadis itu terbangun. Rafka beberapa kali terbatuk, mereka terkejut melihat api yang sudah membakar pintu masuk.
"Ini gimana?" tanya Veline panik.
Rafka tidak menjawab. Ia pun sedang sibuk berpikir. Gubuk tua ini sebentar lagi pasti akan roboh. Dia memanjat kembali ke arah jendela, Rafka berusaha untuk membuka lagi jendela itu sampai kedua tangannya berdarah.
Penghancuran itu membutuhkan waktu, sementara api sudah menyebar ke mana mana. Veline kini mengangkat tubuh Selena. Walaupun berat, Veline tidak mungkin meninggalkan Selena sendirian.
Suara ledakan api terdengar mengerikan di telinga Veline. Saat jendela sudah terbuka, Rafka lemas. Di luar juga terjadi kebakaran besar, banyak pohon yang sudah terbakar oleh api.
"Lo turun dulu, Vel. Nanti lo tangkep Selena dari bawah." kata Rafka.
Veline menggeleng. "Lo duluan aja. Gue nggak bakal kuat kalo nangkep Selena. Cepetan sebelum semuanya hancur!"
Kedua mata Rafka menatap bergantian antara Jendela dan Veline. Bagaimana bisa dia keluar terlebih dahulu. "Cepetan Rafka, ini hampir kebakar semuanya."
Tidak punya pilihan, Rafka menjatuhkan tubuhnya. Dia merasakan panas di sekiranya, api berkobar sangat besar di sana. Veline memanjat, suara atap akan roboh terdengar.
Api sebentar lagi akan melahap seluruh bangunan itu, Veline dengan cepat berusaha untuk mengeluarkan tubuh Selena. Sulit. Sangat sulit, jendela itu sangat kecil. Untung saja Rafka bisa menangkap tubuh Selena.
Saat ini, tinggal Veline yang keluar. Sebelum itu, Veline kembali mendengar suara atap.
Krek!
Dengan bodohnya Veline mengangkat kepalanya mengarah ke atap tersebut. Percikan api berhasil masuk ke matanya. Veline meringis, dia menutup kedua matanya sambil mengerang kesakitan.
Mendengar suara Veline, tentu membuat Rafka di luar khawatir.
"Veline, lo kenapa? Cepetan keluar!"
Tangan kanan Veline menyentuh matanya, sedangkan tangan kanan menyentuh jendela. Sungguh sial. Tangannya menyentuh api yang telah membakar kayu jendela itu.
Veline berjongkok sembari memegangi dadanya yang sesak. Tangan kanannya terus mengucek matanya, setiap kali ingin membuka mata, rasanya sangat perih, rasanya semakin banyak kotoran yang masuk.
Saat ini Veline seperti tengah berada di neraka dunia, neraka yang di buat oleh Rendra. Kedua matanya mengeluarkan buliran bening, bagaimana ini. Bagaimana caranya agar dia bisa keluar dari sana.
Di sisi Rafka, dia menatap khawatir gubuk di depannya. Kayu jendela itu telah terbakar, bagaimana caranya Veline keluar. Tidak mau semakin parah, akhirnya Rafka berniat untuk membawa Selena pergi terlebih dahulu. Namun, belum sempat membalikkan badan, satu tembakan berhasil mengenai punggungnya. Hal itu, mampu membuat Rafka kembali terjatuh. Tubuh Selena pun ikut jatuh.
Darah mengalir begitu deras dari punggung Rafka, dia bisa melihat wajah orang di hadapannya, seseorang yang sangat asing. Kedua tangannya terkepal, ingin sekali ia menonjok Rendra. Namun, untuk sekedar berdiri saja Rafka tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Pemimpin Yang Handal
Novela Juvenil______________ "Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghitamkan mawar putihnya." Asher menatap Shera dengan lekat. "Gue tahu itu." *** Shera kira, bersekolah di sekolah yang sejak dulu ia inginkan akan menjadi sebuah kebahagiaan, namun ternyat...