Mimpi

24 2 0
                                    

"Jangan pernah mencari kebahagiaan, karena kebahagiaan itu akan ada jika kau sendiri yang menciptakan."
–Seorang Pemimpin yang Handal.

*
*
*
Happy reading...

Shera mendorong kursi roda yang ditumpangi oleh Asher. Hari ini, dia mengajak Asher untuk berjalan jalan di lingkungan Rumah Sakit sebelum Asher pulang besok. Menunggu kesadaran teman temannya, membuat hati Shera gundah.

Setelah operasi berjalan dengan lancar kemarin, teman temannya masih belum membuka mata sampai saat ini. Mungkin, kondisi mereka masih sangat lemah.

Melihat orang tua Rafka, Selena, dan Veline yang begitu khawatir dengan keadaan mereka membuat Shera teringat akan kedua orangtuanya. Semalam, dia telah mendengar semua penjelasan dari Tirta dan Daren mengenai kasus mantan kekasihnya, yang ternyata membalas dendam akan perbuatan Ardhan dan Jaevan.

Tak Shera sangka bahwa ucapan Asher saat itu benar adanya. Dan keluarga yang di hancurkan oleh Ayahnya adalah keluarga Rendra dan Tyara, Shera pun terkejut ketika mendengar bahwa Tyara juga terseret kasus tersebut dan merupakan adik perempuan Rendra.

Pantas saja saat itu Rendra telah mengenal Tyara sebelum Shera mengenalkannya.

"Dari kemarin itu lo berangkat sekolah?" tanya Asher membuka obrolan.

Shera mengangguk meski Asher tidak bisa melihatnya. Dia berhenti dekat kursi taman dan duduk di sana. "Iya, kenapa emangnya? Bukannya lo juga udah tahu?"

"Hmm. Gue minta maaf sama, lo. Karena perbuatan gue, lo jadi di skors pas itu."

"Jangan minta maaf terus, bosen gue dengernya. Lagipun gue juga oke oke aja, kondisi Indriana saat ini udah kayak biasa. Pak Richard juga udah minta maaf ke semua wali murid dan ikut andil di kasus Rendra sama Tyara. Saat ini, gue lega karena Selena, Veline, sama Rafka udah ketemu dan pelakunya udah di tangkap. Tapi, masih ada sesuatu yang buat gue nggak senang." Shera menundukkan kepalanya.

Mendengar kalimat terakhir gadis itu, lantas Asher menoleh. Dia meraih tangan Shera walaupun sulit, senyumnya terbit. "Apa yang ngebuat lo nggak senang? Om Ardhan?"

Terdengar jelas helaan nafas panjang dari Shera. Kepalanya kembali ia luruskan ke depan, bukan hanya Ayahnya, melainkan semua keluarganya.

"Mungkin iya, tapi ada yang lain. Gue selalu sedih saat pulang ke rumah, rasanya sepi karena gue sendiri."

Asher terdiam. Ia tahu bagaimana perasaan Shera saat ini. Merasakan keluarga yang bahagia lalu tiba tiba hancur begitu saja memang membuat seseorang merasa kaget.

Biasanya, Shani selalu ada untuknya. Selalu menjadi teman saat ia sedang sedih, selalu menjadi obat ketika Ardhan menyakiti. Lalu, wanita itu pergi dengan tiba tiba, dengan jiwa yang sudah terganggu, apakah itu juga ulah Rendra? Tidak salah lagi.

"Bang Arthur, gue nggak tahu dia ada di mana sekarang. Pas gue di skors, cuma dia yang perhatian sama gue. Di saat Mama udah nggak ada lagi buat gue, Bang Arthur yang selalu jadi penyemangat gue. Katanya, dia nggak bakal pergi, tapi ternyata bohong. Gue benci sama orang yang hadir dalam gue, semuanya pembohong. Termasuk lo juga."

Asher berdecak pelan. "Sorr-" Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Shera sudah lebih dulu memotong. "Gue bilang jangan minta maaf terus."

"Ya terus gue harus apa, Shera Anindita? Kalau gue udah sehat, gue bakal ajakin lo ke tempat Tante Shani lagi. Dan gue bakal bantu cari Abang lo."

"Serius?"

Asher mengangguk yakin. Melihat itu, Shera menampilkan senyuman yang manis. Begitupun dengan Asher. Melihat Shera yang tersenyum, membuat hatinya merasa senang.

Seorang Pemimpin Yang HandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang