I'm on a mission, don't need permission
No matter what, I'm gonna make my own decisions
-BATTER UP BABY MONSTER*
*
*
Happy reading....Arthur melambatkan langkahnya saat melihat kamar yang sejak kemarin, di gunakan Ibunya terbuka. Dia menelisik sekeliling ruangan, tetapi keberadaan Shani tidak Arthur temukan.
Di sana, hanya ada segelas minuman dan sebuah obat. Arthur mengambil beberapa pil obat itu. "Bukannya, ini obat tidur?" pikirnya. Tersadar, suara mobil terdengar dari luar.
Arthur lantas berlari keluar. Netra nya mendapati sang Ayah telah pergi, sebenarnya, Ardhan akan membawa Shani kemana?
Kepalanya menoleh, dia mendapati Shera yang berjalan ke arahnya. Arthur terlihat sudah rapih dengan seragam sekolah.
"Belum berangkat?" tanya Shera.
Arthur menggeleng. "Lo tahu Ayah mau bawa Mama ke mana?" tanya Arthur balik.
Shera terdiam. Beberapa menit yang lalu, dia memang melihat Ardhan membawa Shani keluar. Tetapi, Shani tidak sadarkan diri. Pria itu langsung membawa Shani ke dalam mobil, dan pergi meninggalkan rumah.
"Kayaknya, Ayah bakal bawa Mama ke Rumah sakit Jiwa. Kemaren, gue lihat surat nya di kamar Ayah." jawab Shera.
"Rumah sakit jiwa? Mental Mama beneran ke ganggu? By the way, lo berani masuk kamar Ayah?"
Shera melipat kedua tangannya. "Berani. Emang ada yang salah sama kesehatan mental Mama, Bang. Lo nggak tahu, sih, selama di rumah, dia selalu nangis, ketawa, nggak jelas banget, semenjak butiknya hancur."
"Gue jadi kasian ke Mama. Tapi, emangnya ekonomi kita udah stabil? Buat bayar sekolah kita aja Ayah kayaknya susah banget, kok bisa bawa Mama ke rumah sakit jiwa." kata Arthur di akhiri dengan helaan napas panjang.
"Nggak tahu uang dari mana, gue lihat ada banyak banget uang di kamar Ayah. Gue, sih, cuma ngambil sedikit kemarin, buat pergi ke Kos kosannya Veline sama makan. Pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari kita berdua." sahut Shera.
Arthur kini mengangguk anggukkan kepalanya. "Pasti, sih, nggak mungkin enggak. Gue rasa, ada yang aneh sama butik Mama. Kenapa tiba tiba turun, padahal dari dulu fine fine aja."
Shera mengendikkan bahu. "Gue pun nggak tahu. Udah sana berangkat, ntar telat." perintah nya.
"Iya, deh. Hati hati, lo. Jangan ngelakuin hal yang aneh aneh!" ujar Arthur memperingati. Takut nya Shera melakukan hal seperti kemarin kemarin.
Shera mengangguk. Ia menatap Arthur yang perlahan menghilang dari pandangannya. Saat ingin berbalik badan, Shera tidak sengaja melihat seorang menggunakan Hoodie hitam, dengan masker menutupi mulutnya.
Dia langsung pergi saat mengerti bahwa Shera telah menyadari kehadiran nya. Salah satu alisnya terangkat. Siapa dia.
Tidak mau berpikir lama, Shera lantas menutup pintu rumah dan menguncinya. Dia berjalan kembali ke arah kamar sang Ayah. Benar kata Arthur, pasti ada yang tidak beres dengan Butik milik Shani.
Saat sedang mencari sesuatu, Shera menemukan ponsel bermerek milik Ibunya. Ia segera mengaktifkan ponsel itu dan membawanya ke kamar.
Untung saja ponsel Shani tidak terkunci. Jadi, dia bisa saja melihat apa saja yang ada di sana. Walaupun itu termasuk hal yang buruk, tapi Shera harus melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Pemimpin Yang Handal
Teen Fiction______________ "Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghitamkan mawar putihnya." Asher menatap Shera dengan lekat. "Gue tahu itu." *** Shera kira, bersekolah di sekolah yang sejak dulu ia inginkan akan menjadi sebuah kebahagiaan, namun ternyat...