Who's he?

48 6 2
                                    

"Nolak kesempatan? YANG BENER AJE, RUGI DONG!"
-Agler Fabian

*
*
*
Happy reading.....


"Iya bentar!" teriak Shera dari kamarnya.

Buru buru ia turun ke lantai satu karena Abangnya sudah berteriak teriak. Di sana, terlihat Arthur membawa sebuah kardus berukuran besar.

Shera mengernyit. Kardus apa itu.

"Lo pesen apa, sih? Udah berat banget lagi!" Arthur mengomel ngomel dengan tangan yang masih membopong kardus itu.

"Gue nggak pesen apa apa, Bang. Lagian berat berat gitu ngapain coba." jawab Shera mengelak.

Tangan Arthur sampai memerah karena menumpu kardus berat. "Ya terus ini punya siapa? Jelas jelas atas nama Shera Anindita, alamatnya juga rumah kita."

"Ya udah bawa ke kamar gue dulu,"

Arthur tak berbicara apa apa, ia langsung menaiki tangga menuju kamar Shera. Setibanya di dalam, Arthur langsung menjatuhkan kardus berat itu.

Tangan dan punggungnya terasa pegal. Sebenarnya apa isi kotak itu, mengapa sangat berat saat di angkat.

Saat itu, tidak menunggu lama Shera langsung melepaskan lakban yang menyegel kardusnya. Ternyata di dalam sana masih ada bubble wrap yang menyelimuti isi paket itu.

Tanpa di suruh, Arthur mengambil sebuah gunting di atas meja belajar Shera. "Gue bukain aja sini, lama, lo."

Shera mengangguk. Ia membiarkan Kakaknya membuka satu persatu lapisan bubble wrap. Kedua mata Shera terbelalak, melihat banyaknya buku buku fiksi di dalam sana.

Tangan Shera mengambil salah satu buku yang sudah lama ia inginkan. Shera tidak menyangka, bahwa buku itu sekarang ada di tangannya.

Shera kembali mengobrak abrik kardus tadi. Pada keterangan yang tertulis, pengirim tidak memberikan nama yang jelas. Hanya ada huruf huruf alfabet yang di acak, hingga menciptakan persatuan kata tidak jelas.

Hal itu, tentu membuat Shera bingung. Jelas jelas nama penerima paket itu adalah dirinya, dari alamat pun sama persis dengan lokasi rumahnya.

"Selamat membaca, cantik." ucap Arthur.

Mendengar Kakaknya mengeluarkan suara, netra Shera langsung teralih padanya. Terlihat Arthur memegang secarik kertas sambil membaca satu bait kalimat di dalamnya.

Shera tahu siapa pengirimnya. Di dalam kepalanya, kini hanya ada satu nama. Tepat saat ia mengambil ponsel, satu panggilan masuk.

"Udah mulai baca bukunya?" tanya Rendra dari seberang sana.

Shera menghembuskan nafas. "Jadi, beneran lo yang kirim?"

Terdengar suara Rendra tertawa. "Iya, sorry, gue nggak bilang dulu."

"Kenapa? Kenapa tiba tiba lo kirim buku sebanyak ini? Pasti mahal banget, Ndra. Satu buku aja hampir mencapai seratus ribu, apalagi ini." kata Shera.

Bukannya tidak suka dengan hadiah dari pacarnya. Hanya saja, hadiah dari Rendra nominalnya tidaklah murah. Mungkin ada lima puluhan buku di sana. Pantas saja Arthur keberatan saat membawa.

Terbayang jutaan uang Rendra keluarkan untuk membeli buku buku itu untuknya.

"Nggak papa, kali, Ra. Apa, sih, yang nggak buat, lo. Lagian pas itu, kan, gue mau ajakin lo ke Gramedia. Tapi, kayaknya gue nggak bisa. Akhir akhir ini gue sibuk sama masalah keluarga, jadi gue kirim itu aja buat, lo."

Seorang Pemimpin Yang HandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang