"Lo duluan deh, gue di telpon kak Sherin."
Shera mengangguk. Dia beranjak dan berjalan meninggalkan Asher sendirian. Kedua mata Asher tak berhenti menatap Shera yang berjalan membelakanginya. Saat ini, dia tengah berbohong. Tidak ada panggilan yang masuk di ponselnya.
Keringat kini membasahi kening, padahal cuaca kota Jakarta sangat panas. Untuk menghindari banyaknya pertanyaan dari Shera, Asher terpaksa memberitahu jika ada badut Doraemon di seberang sana.
Padahal, sejak tadi Asher berdoa agar Shera tidak melihatnya dan tidak mengajaknya ke sana. Karena terburu buru memberitahu, Asher menjadi bingung.
Sementara itu, Shera berjalan pelan pelan untuk menghindari banyaknya kendaraan yang berlalu lalang.
Tin tin!
Kedua mata Asher terbelalak melihat sebuah mobil yang melaju dengan kencang dari arah sebelah kanan. Dia langsung berlari dan mendorong tubuh Shera sampai gadis itu tersungkur. Jaraknya dengan mobil itu sangat dekat, tubuh Asher pun ikut terpental jauh akibat menyelamatkan Shera.
Kedua matanya memburam. Asher dapat merasakan hangatnya jalanan kota Jakarta siang itu, ia pun dapat merasakan bahwa telinganya menyentuh cairan kental yang mengalir dari kepalanya.
Awalnya, Shera merasa kesal karena tiba tiba di dorong, namun setelah sadar, dia segera berlari tergopoh-gopoh untuk menjumpai Asher, yang sudah terkapar tak berdaya di atas jalan raya. Air matanya lolos begitu saja, ketika melihat banyaknya darah di wajah cowok itu.
Ia menjunjung kepala Asher, dan ia letakkan di pahanya. "Maafin gue, Asher. Gue mohon lo bertahan." Shera membelai rambut Asher.
Asher masih bisa mendengar suara Shera, sedikit demi sedikit pun ia masih bisa melihat apa yang ada di depannya. Kepalanya semakin pusing saat menyadari jika ada orang memakai kostum Doraemon di depannya.
Tangan Asher perlahan terangkat, namun terasa sangat berat.
"M--maaf," lirih Asher sebelum kehilangan kesadarannya.
Setiap langkah terasa berat bagi mereka berempat. Hari ini, Shera, Rengganis, Tirta, dan juga Daren bertugas untuk menjenguk Asher. Sejak pagi tadi, Sherin sudah berpesan pada Shera agar menjaga Asher sepulang sekolah.
Sherin hari ini pergi ke luar kota bersama teman satu kelasnya untuk menjalankan tugas, dan itu wajib, jika tidak ikut maka tidak akan naik kelas. Itu alasan Sherin. Entahlah, Shera juga tidak mengerti.
Dan untuk Ibu Asher, wanita itu pergi ke London kemarin malam, dan kemungkinan baru akan pulang besok. Sementara Jaevan, hari ini pria itu menjalankan sidang dengan Ardhan.
Bicara tentang Ardhan, kini Shera lebih merasa tidak peduli dengan Ayahnya. Pria itu saja tidak peduli dengannya, bagaimana Shera bisa melakukan itu. Apalagi saat ia menjalani masa skorsing, bukannya membela dan menyemangatinya, pria itu justru ingin Shera mati secepatnya.
"Lo udah bilang sama Om Satria?" tanya Daren.
Rengganis mengangguk. Mereka berdua berjalan berdampingan di belakang Tirta dan Shera. "Udah. Semalam, sebelum kita diskusi, gue udah bilang dulu sama Papa Satria."
"Terus gimana?"
"Dia setuju. Hari ini, Papa Satria sama Mama gue bakal ke Kantor Polisi dan pihak pihak lainnya. Gue udah jelasin kalo pihak sekolah berhenti melakukan pencarian, mungkin bentar lagi mereka bakalan langsung ke hutan Raya." jelas Rengganis, mendapat anggukan langsung dari lawan bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Pemimpin Yang Handal
Teen Fiction______________ "Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghitamkan mawar putihnya." Asher menatap Shera dengan lekat. "Gue tahu itu." *** Shera kira, bersekolah di sekolah yang sejak dulu ia inginkan akan menjadi sebuah kebahagiaan, namun ternyat...