"Hal terbodoh yang pernah aku lakukan di dunia, adalah berharap kepada manusia."
–Shera Anindita.*
*
*
Happy reading...Sesak menghampiri dadanya malam itu. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun kedua matanya tidak kunjung terpejam. Pikirannya terus bergelayut pada seorang gadis yang tiga hari ini tidak ia lihat.
Apakah keadaannya sudah membaik? Atau justru memburuk. Andai saja saat itu dia berhasil mencegah teman temannya untuk tidak masuk ke dalam hutan, mungkin saat ini kondisi mereka baik baik saja.
Mungkin juga, cowok bernama lengkap Agler Fabian masih ada di lingkungan hidupnya. Semua itu telah berlalu, tapi tidak dengan lukanya. Sudah bisa Rafka bayangkan betapa terlukanya Wyna dan Sagara saat mendengar bahwa putranya telah tiada.
Dua jam yang lalu, Tirta, Asher, dan Daren baru saja kembali ke rumahnya. Mereka baru menceritakan semuanya, kesalahan Asher, Rendra, dan konflik dengan orang tua Agler saat kematiannya.
Rafka mengangkat tangan kirinya yang terpasang selang infus, baru kali ini dia merasakan itu. Selama enam belas tahun, baru kali ini Rafka merasakan bagaimana rasanya di rawat di Rumah Sakit. Teringat akan kondisi Selena, Daren mengatakan jika gadis itu lah yang sangat parah hari itu. Namun, justru Selena yang lebih cepat membuka mata dari pada Veline dan Rafka.
Rafka sungguh ingin sekali bertemu dengan Selena. Dia ingin mengungkapkan semuanya, setelah sekian lama ia memendam rasa di dalam dada. Selain Tirta, Asher, Daren, dan Agler, ada Veline yang telah mengetahui rasa cintanya pada Selena.
Kalimat yang keluar dari mulut Veline kala itu selalu terpikir di kepalanya.
"Gue yakin, kita bertiga bakal selamat. Kalau lo yakin, lo pasti bisa bersatu sama Selena. Kalau lo niat sepenuh hati lo, dan lo masuk agama Islam karena Allah, pasti Selena bakal terima lo apa adanya."
Jujur saja, Rafka sangat ingin memasuki agama Islam sejak ia pindah ke Jakarta, sejak ia bertemu dengan teman temannya. Di sana, hanya Rafka yang menganut agama berbeda. Dia tertarik dengan apa yang kaum Muslim lakukan. Apalagi saat teman temannya melaksanakan ibadah Shalat Jumat. Rafka ingin sekali melaksanakan nya juga. Ada banyak hari besar dalam agama Islam, Rafka pun sudah mempelajarinya.
Dia banyak bertanya dengan teman temannya. Mereka mengatakan jika Hari Raya Idul Fitri adalah hari besar yang sangat menyenangkan, walau harus melewati masa berpuasa selama satu bulan. Dan itu memanglah benar.
Teringat kejadian di basecamp nya beberapa bulan yang lalu, saat semuanya masih baik baik saja. Mereka berkumpul di sana dengan bersuka ria, lalu terdengar suara adzan yang berkumandang, memanggil manggil seluruh kaum muslimin laki laki untuk melaksanakan ibadah.
"Ayo log in ke Islam, Ka. Nanti kita sholat Jumat barengan, pulangnya ngambil sendal jepit orang orang." ajak Agler di akhiri dengan tawa.
Tidak berselang lama, Asher melemparkan sarung yang di gulung gulung ke kepala Agler. "udah bener niat lo, malah ngajakin maling sendal."
Agler tertawa renyah sembari menggaruk tengkuknya.
"Udah ayok berangkat, keburu khutbah nanti. Tinggal dulu, ya, Ka." ujar Tirta. Mereka ber empat berjalan meninggalkan Rafka sendirian.
Senyumnya perlahan terbit. Hari itu, adalah hari di mana Asher dan Tirta memikirkan visi dan misi apa yang akan mereka buat untuk mencalonkan diri sebagai Ketua dan Wakil OSIS. Di sela sela itu, terdengar suara adzan. Mereka memang sudah bersiap membawa peralatan Sholat agar berangkat dari sana sekalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Pemimpin Yang Handal
Teen Fiction______________ "Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghitamkan mawar putihnya." Asher menatap Shera dengan lekat. "Gue tahu itu." *** Shera kira, bersekolah di sekolah yang sejak dulu ia inginkan akan menjadi sebuah kebahagiaan, namun ternyat...