"Ternyata lo nyalon sama Tyara, ya," celetuk Renda.Pandangannya terus ke depan, memperhatikan kondisi jalan raya dan arah tujuan. Sejak kemarin, Rendra selalu mengantar Shera pulang, karena motor Arthur masih di sita oleh Ardhan.
Awalnya, Shera selalu menolak karena ia pun sudah di beri uang dari Ayahnya, untuk naik taksi online saja. Namun, Rendra memaksanya, dan mengatakan jika uangnya untuk di tabung saja atau untuk beli makanan.
"Lo kenal sama Tyara?" tanya Shera menengok kaca spion.
"Nggak kenal banget, sih, cuman tadi kan dia perkenalan. Gue juga sering ke IPA 1." jawab Rendra.
Shera mangut mangut. Jadi, kelas 11 yang Tyara maksud tadi ternyata rombongan Rendra. Tetapi untuk apa Rendra sering ke sana?
Entah mengapa, Shera akan merasa biasa saja jika bertukar sapa dengan Rendra di real life. Namun, ketika mereka mengobrol lewat aplikasi chat, jantung Shera akan berdegup lebih cepat.
Contohnya saat seperti ini. Walaupun kini duduk tepat di belakang Rendra, bahkan sangat dekat, Shera tak merasakan gejala apapun. Sesekali Shera melirik kaca spion, niat hati ingin melihat tampannya wajah Rendra.
Tapi sialnya Rendra pun melakukan hal yang sama. Kedua mata mereka saling bertemu lewat kaca, di situlah jantung Shera kembali berdetak tidak karuan.
Kedua pipinya terasa panas saat melihat Rendra tersenyum manis kepada dirinya. Oh Tuhan, Shera tidak boleh salting.
"Lo tau Dewa, nggak?" tanya Rendra.
Shera mengernyit. Ia kembali mengingat ingat nama yang Rendra ucapkan. Siapa Dewa? Rasanya Shera pernah mendengar, tetapi sangat asing.
"Masa lo nggak kenal, sih. Dia IPS 1, lho."
Shera menggaruk pipinya, sembari mengingat ingat nama itu. "IPS 1? Siap-- oh! Maksudnya Sadewa Adijaya?"
"Nah itu," sahut Rendra.
Shera kembali mengangguk. Bay the way, untuk apa Rendra menanyakan Sadewa? Iya. Dewa yang Rendra maksud adalah Sadewa. Di kelas 10 IPS 1, Dewa di panggil dengan nama Sadewa.
Mangkanya Shera sedikit bingung, namun sedikit paham.
"Dewa itu temen gue, temen Abang lo juga. Kalo istirahat kita kumpulnya di IPA 1, di sana juga ada dua anggota TB. Namanya Joshua sama Haru. Tanyain ke temen lo, kalo mau tau."
Kepala Shera mengangguk. Oh, rupanya begitu. Pantas saja ia sering melihat Sadewa berjalan menuju koridor kelas IPA setiap jam istirahat.
Entah mengapa jika Shera di antar oleh Rendra, perjalanan terasa sangatlah cepat. Namun, jika ia pulang bersama dengan Kakaknya, rasanya sangat membosankan, sehingga terasa sangat lama.
Shera turun dari motor Rendra dengan di bantu oleh cowok itu. Ia memberikan helm yang telah ia pakai kepada Rendra.
"Jadi ke Taman?" tanya Shera, sembari membenarkan rambutnya yang sudah berantakan.
Rendra mengangguk. "Jadi lah, masa enggak. Nanti gue jemput, kalo gitu gue balik dulu."
"Oke." Shera melambaikan tangannya sampai Rendra tidak tampak di matanya.
Senyum Shera tak pudar selama berjalan, tubuhnya terjingkrak kaget saat melihat Arthur tengah berdiri di belakang pintu, seraya membawa toples cemilan.
Ia menendang tulang kering Arthur, sehingga membuat cowok itu kesakitan. Shera memegangi dadanya yang naik turun dengan kedua mata melotot.
Arthur meringis sembari menatap adik perempuannya sinis. "Sakit anjir, apaan sih, lo."
Shera merotasi kan kedua matanya. "Lagian lo ngapain di situ kampret, ngagetin gue aja. Mana baju belum ganti, jangan jangan lo nguping gue, ya," tebak Shera dengan jari telunjuk yang ia todongkan kepada Arthur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seorang Pemimpin Yang Handal
Novela Juvenil______________ "Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghitamkan mawar putihnya." Asher menatap Shera dengan lekat. "Gue tahu itu." *** Shera kira, bersekolah di sekolah yang sejak dulu ia inginkan akan menjadi sebuah kebahagiaan, namun ternyat...