∘₊✧──────✧₊∘
Disclaimer seluruh character bukan milik saya, saya hanya menambahkan tokoh serta alur cerita. Saya hanya meminjam character. Dilarang keras plagiarisme!
∘₊✧──────✧₊∘
•
•
"Kakak kenapa diam aja? Ayo ikut masuk!"
"Kamu tunggu disini ya, nanti kakak balik lagi ..., Pokoknya diem aja, jangan buka mata, tutup kuping, jangan bergerak sedikitpun sampe kakak buka lemarinya ya?"
"Kenapa?"
Jemari nya yang lembut membelai pipi sang adik penuh sayang, senyum menenangkan yang tak pernah pudar itu semakin tertarik untuk meyakinkannya.
"Denger ya ade ..., Kamu harus denger kata kakak. Nanti kamu dipukul ayah, mau?"
Kepala yang lebih kecil itu menggeleng, belum sempat menjawab tiba-tiba terdengar suara langkah kaki penuh amarah disertai ucapan dengan nada tinggi.
"DIMANA KAMU ANAK IBLIS?! JANGAN COBA-COBA LARI KAMU!"
Tubuh kecil itu di dorong pelan, belum sempat berteriak pintu lemari sudah ditutup. Dan pintu gudang di dobrak kasar, seperti perkataan sang kakak, ia menulikan pendengaran, menahan suara, tubuh itu bergetar hebat begitu suara cambukan terdengar.
"OH KAMU BERSEKUTU DENGAN IBLIS ITU?! ANAK JALANG GAK TAU DIRI!!"
Itu mimpi terburuk nya.
Kali ini ia kembali terbangun, di atas sofa ruang tamu. Televisi di hadapannya menyala terang benderang mengisi kegelapan dalam ruang, ia masih tidak bergerak dari posisinya.
Kedua matanya belum sepenuhnya terbuka, cairan bening membasahi sudut matanya. Entah sudah keberapa kalinya ia memimpikan hal yang serupa, tentang seorang anak laki-laki dan perempuan. Berlari dari hujaman amukan pria dewasa, atau saat mereka di caci maki oleh lingkungan sekitar.
Itu menyedihkan.
Televisi bukan menampilkan acara pagi ini, tetapi malah menampilkan layar biru dengan seutas garis. Gadis itu bangkit dari posisinya, meregangkan tubuhnya yang kaku karena tidur di sofa. Ini bukan sofa empuk, sofa butut yang bahkan sudah ada 20 tahun sebelum dirinya lahir. Entahlah, benar atau tidak. Tetapi neneknya mengatakan itu saat dirinya kecil dulu.
Drrtt ..., Drrrttt ...
Ponselnya berdering, benda pipih itu berada di bawah sofa. Ia mengerjap sejenak, menyadari benda berharga itu tanpa sadar terjatuh. Ia mengambilnya, dan melihat notifikasi telpon.
Kepala Sekolah
Is callingCk, si tua bau tanah itu. Sembari menahan dongkol, ia mengangkat telpon, melirik jam dinding yang menunjuk jam lima pagi. Ngapain sih si tua itu nelpon jam segini?
"(Name)? (Name)? Haloo?? (Name)??"
Menghela nafas muak sejenak, "ya." Jawabnya singkat.
"Kurang ajar! Dimana sopan santun mu? Kenapa di tanya jawabnya lama?! Kau harus ingat! Hari ini hari pertama mu sebagai murid pertukaran pelajar! Lakukan dengan baik! Jangan malu-maluin nama sekolah! Kalau bisa kalahkan semua murid yang ada disana! Ka-"
Ah ..., Semuanya melelahkan. (Name) tak lagi mendengarkan ucapan pria tua buncit itu. Dia hanya menatap kosong tv eror di hadapannya, masa bodoh dengan dia di cap kurang ajar atau apalah. Meladeni ucapan pria itu hanya akan menguras energi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haikyuu Academia
Fantasy⋆˚࿔ ʰᵃᶦᵏʸᵘᵘ academia 𝜗𝜚˚⋆ • • • "Selamat datang di akademi Haikyuu! Nyaman kan dirimu dan nikmati perjalanan ini!" ∘₊✧─────✧₊∘ Disclaimer seluruh character bukan milik saya, saya hanya menambahkan tokoh serta alur cerita. Saya hanya meminjam char...