01. Bad Luck

180 8 0
                                    

Ini bulan ke-5 gue menjalani hidup sebagai mahasiswi Universitas Widya Tama jurusan Tata Boga. Hal yang gak pernah gue pikirkan sebelumnya – menjadi mahasiswi jurusan masak-masak gini. Tapi berkat Kenan, gue bisa dapet beasiswa di sini.

Kehidupan kampus yang udah pernah gue bayangkan dari cerita teman-teman gue yang sekarang udah hampir semester 8 itu, membuat gue kuat menjalaninya. Apa lagi, Kenan mendukung gue seratus persen.

Beda dari awalnya, gue pikir Kenan akan jadi cowok yang posesif dan selalu khawatirin gue. Ternyata enggak juga. Justru, kita jarang banget ketemu karena kesibukan masing-masing. Yap, Kenan jadi super sibuk banget. Apa lagi, sekarang dia juga mulai ambil job-job di TV. Entah acara khusus masak yang tayang seminggu sekali, atau aktor iklan sebuah produk makanan.

Sementara gue ...

Brakk!

Setumpuk buku yang lagi dibawa seorang mahasiswi terjatuh berantakan karena gue. Barusan, karena lihat ada arwah seorang cewek yang munculin mukanya di loker buku gue, gue terlonjak kaget dan menabrak mahasiswi itu.

Sorry, gue gak sengaja –”

“Udahlah, Kikan. Lo emang suka gak jelas!”

Mahasiswi bernama Vika itu segera memunguti buku-bukunya dan berjalan menjauh dengan raut wajah kesal.

Ini bulan ke – 5, dan bukannya gue semakin dapet banyak temen, yang terjadi malah sebaliknya. Mereka semua berangsur menjauh dari gue. Apa lagi, dunia perkuliahan gak sama kaya SMA. Di sini, bener-bener individualis. Mungkin, karena kampus ini juga termasuk kampus yang elit, anak-anak di sini terkesan sangat ambisius.

“Tolong saya ...”

Gue bergerak menjauh dari sosok perempuan dengan rambut panjang yang lepek dan wajah yang bengkak kebiruan. Dia, salah satu hantu yang gak pernah berhenti mengganggu gue di kampus ini meski gue selalu berusaha gak nanggepin dia.

“Seperti yang kita tahu, Makanan Indonesia itu beragam sekali, dengan kaya akan rempah-rempah ...”

“Tolongin saya, tolongin saya, tolongin saya. Kikan, Kikan, Kikan ...”

Gue memejamkan mata erat-erat, berusaha untuk tetap fokus meskipun telinga gue rasanya mau pecah.

“Dan, seperti yang kita tahu di kelas ini ada beberapa orang yang lumayan bagus di bidang Masakan Indonesia. Gabriel, Tiffany ...”

“Tolongin saya ... tolongin saya!”

“... Dan Ki –”

TOLONGIN SAYA!”

Gue menggebrak meja sambil menghebuskan napas gusar. Seketika itu juga arwah itu menghilang meninggalkan gue yang saat ini menjadi pusat perhatian – lagi.

“Kikan?”

“Maaf, Bu. Saya kurang enak badan,” ucap gue menundukkan kepala. Gue segera beranjak dari kursi gue dan berjalan melewati orang-orang yang menatap sinis ke arah gue karena udah mengacau di kelas mereka.

Bu Diana kembali melanjutkan pelajarannya, sementara gue masih berusaha berjalan keluar dari kelas ini. Sial banget nasib lo, Kikan.

Gue berjalan menyusuri lorong kampus sambil mengumpat pelan. Lalu, langkah gue berbelok ke arah kantin.

Anjrit!”

Gue refleks mengumpat lagi saat tiba-tiba seorang laki-laki menyerobot gue yang mau ambil sekaleng soda dari lemari es ini.

“Mau satu?” tanya ini cowok.

“Gue duluan harusnya,” sahut gue sambil mengulurkan tangan mengambil kaleng soda itu sendiri.

I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang