04. Calon Menantu

50 7 0
                                    

Gue udah menduga gimana reaksi keluarga gue begitu lihat anak perawannya yang pamit keluar sebentar, tiba-tiba pulang bawa seorang cowok. Yap, mereka shock banget sampe bengong beberapa menit merhatiin Kenan.

Apa lagi, cowok ini berpenampilan sangat dewasa dengan setelan kemeja putih linen dan celana bahan berwarna grey, gak lupa sepatu hitam yang mengkilat. Well, sejujurnya penampilan Kenan terlalu 'wah' untuk duduk di dalam rumah gue yang biasa aja. Oke, gue bisa merasakan dengan jelas kesenjangan sosial di sini.

"Kamu ... Serius pacarnya Kikan?" tanya Mama yang tentu aja gak mempercayai gue setelah mengenalkan Kenan kepada mereka.

"Iya, Bu. Sebenernya kita udah hampir setahun pacaran. Saya minta maaf, belum sempat mengenalkan diri secara langsung," ucap Kenan dengan sangat bertanggung jawabnya.  Padahal, gue yang selalu menahan-nahan Kenan dateng ke sini karena gue belum siap dengan situasi ini.

"Kok bisa kamu mau sama anak saya? Kamu tahu kan dia -"

Mama langsung mencubit perut Bapak yang sudah pasti akan menjatuhkan harga diri anaknya sendiri. Nah, ini salah satu alasan gue gak mau ngenalin Kenan ke mereka.

"Dia harus tahu, Ma."

"Ya udah, nanti aja urusan itu mah."

"Kenan udah tahu kok," sergah gue mengakhiri perdebatan mereka yang saling berbisik tapi jelas-jelas masih kedengeran sama kita!

"Kenan udah tahu, kalau Kikan bisa lihat hantu," imbuh gue menjelaskan.

"Oh." Mama akhirnya mengangguk sambil gak berenti merhatiin Kenan.

"Iya, Pak, Bu. Saya udah tahu tentang kelebihan Kikan, dan saya gak merasa keberatan."

"Memangnya apa yang bikin kamu suka sama Kikan? Dia kan anak yang biasa-biasa aja."

Wah, Bapak bener-bener jago deh ngejulidin anaknya sendiri. Gue tau, Bapak cuma mau tahu apa yang bikin cowok kaya Kenan suka sama gue. Ya, dia bilang sih supaya gue gak dimanfaatin sama cowok.

"Saya kenal Kikan sebagai karyawan saya. Dia orang yang baik, perhatian, dan selalu mau belajar. Dia juga orang yang tulus. Jadi, bagi saya Kikan bukan perempuan yang biasa-biasa aja, Pak."

Gue menundukkan kepala sambil menutupi mulut gue untuk ngumpetin senyum baper gue. Siapa yang gak sesak napas dipuji gitu sama Kenan?

Padahal kalau gue liat, Kenan sebenernya kaku banget. Dia kaya lagi interview sama HRD dan terus berusaha tenang untuk bisa menjawab semua pertanyaan.

"Nak, Kenan. Kayanya kita pernah ketemu, ya?" tanya Mama.

"Iya, Bu. Waktu Ibu sama neneknya Kikan ke kosan."

"Oh iya! Jadi waktu itu, sebenernya kalian itu udah pacaran ya? Wah! Kenapa kamu gak bilang-bilang Mama sih?" tanya Mama yang jadi heboh sendiri kaya baru denger berita konspirasi yang pernah dia pikirin.

"Terus, chef ganteng tapi galak yang waktu itu kamu ceritain itu gimana? Kamu juga kenal gak, Nak Kenan? Yang mana sih chef-nya? Katanya Kikan, dia sering banget marah-marah, terus suka seenaknya, dia juga -"

"Ma ..."

"Itu kayanya saya, Bu," sergah Kenan yang semakin membuat gue panik.

"Kamu chef ganteng yang galak itu?" tanya Bapak yang tiba-tiba jadi tertarik dengan topik pembicaraan yang Mama bawa.

"Saya sih gak tahu soal gantengnya, tapi setahu saya di dapur restoran kita, cuma saya yang paling galak."

Oh tidak. Kenan tersenyum, tapi gue gak yakin itu senyum kebahagiaan. Gue rasa dia lagi cosplay jadi psikopat kalau kaya gini.

I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang