03. Komitmen Baru

54 5 0
                                    

Gimana sih outfit gue yang berpikir cuma akan berangkat ke sebuah minimarket? Cuma hoodie dan celana jins aja. Tapi Kenan malah nyeret gue ke sebuah restoran khusus steak di kota ini. Dia pesan satu beef steak dan chicken steak untuk gue.

"C-chef, sebenernya aku bener-bener harus pulang -" Lagi-lagi gue berhenti bicara saat Kenan menyentak pisau steaknya di atas piring.

"Susah banget sih ini dagingnya," gumam Kenan.

"Tapi itu dagingnya udah kepotong, Chef."

"Pantes, kerasa sakitnya," sahut Kenan tiba-tiba menatap gue tajam. Nyali gue jadi menciut. Maksudnya dia apa sih? Kok Kenan jadi melankolis gini?

"Jangan ajak aku ngomong sekarang. Aku laper, kalau diganggu bisa-bisa kamu yang aku makan."

Fix, Kenan emang mulai dendam kesumat sama gue. Masa iya karena kita putus? Padahal kan, Kenan bisa dapetin cewek yang jauh lebih cantik dan ber-value daripada gue.

Akhirnya, hanya ada keheningan yang dingin diantara kita berdua selama Kenan makan. Ya, bener-bener dingin. Apalagi, Kenan gak berenti ngeliatin gue walaupun mulutnya mengunyah dengan anggun. Tapi tatapannya, sama sekali gak anggun. Karena itulah, gue sesekali melemparkan pandangan ke arah lain.

"Gimana? Seminggu putus dari aku? Keliatannya kamu gak baik-baik aja," sindir Kenan.

"Enggak, biasa aja," jawab gue pelan.

"Dengan lingkaran hitam di bawah mata kamu, wajah yang pucat, dan berat badan turun?" tanya Kenan.

"Berat badan aku gak turun. Ngaco," jawab gue mengelak. Tapi, tiba-tiba Kenan mencondongkan tubuhnya ke arah gue, dan dia mencubit pipi gue sampe gue meringis pelan.

"Aku yakin turun," jawab Kenan dingin.

Gue menghela napas panjang, rasanya kangen banget sama Kenan. Tapi gue gak boleh lemah. Gue pasti bisa melalui ini.

Akhirnya Kenan menyelesaikan makannya dan menatap gue.

"Aku berusaha cari tahu ada apa sama kamu. Bahkan selama seminggu ini aku gak kerja apa-apa. Dan aku juga udah tahu masalah kamu di kampus. Kenapa? Kamu ngerasa gak enak sama aku? Terus kamu memutuskan untuk kabur kaya begini?"

"Aku gak kabur. Justru aku mengakhiri semuanya sebelum kita semakin jauh, Chef ..."

"Kita udah sangat jauh, Kikan. Kamu terlambat."

Gue menghela napas panjang, kemudian mengalihkan pandangan gue dari Kenan berusaha menahan air mata gue yang nyaris menetes.

"Lebih baik terlambat daripada gak sama sekali, Chef. Untuk sementara tolong jangan nyapa aku lagi," jawab gue segera beranjak dari kursi untuk pergi. Air mata gue akhirnya menetes, ini Kenan beneran gak ngejar gue? Ya udahlah, bagus kalau gitu!

Gue pulang naik apa ya? Gue gak bawa handphone juga. 

"Kikan," panggil Kenan yang menghampiri gue lagi.

"Kita harus bicara serius," ucap Kenan kembali menarik gue masuk ke mobilnya.

"Chef, aku serius. Aku cuma akan jadi beban untuk kalian. Nanti ... Kamu juga akan capek sama aku, Chef."

"Kamu baik-baik aja selama ini, Kikan."

"Enggak. Aku cuma berusaha baik-baik aja. Berdamai dengan diri sendiri aja gak cukup, Chef. Aku harus menjauh, aku gak mau melukai orang lain lagi terutama kamu."

Kenan menatap gue lekat-lekat, lalu dia mengeluarkan sesuatu dari dalam dashboard mobil. Sebuah buku catatan kecil. Dia membuka salah satu halamannya dan memberikannya ke gue.

I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang