35. Kegaduhan di Pagi Hari

35 2 0
                                    

Gak tahu udah berapa kali gue nengok kue gue di dalam kulkas setiap kali buka kulkasnya. Bahkan pagi ini aja, mungkin gue udah bolak balik lebih dari 5 kali untuk nengok keadaan kue yang udah gue hias secantik mungkin.

"Ya ampun, krimnya ..." Gue masih membungkuk di depan kulkas dan merapikan krim kue yang sedikit tergores.

Tiba-tiba, Kenan berdiri di sebelah gue, dia ikut membungkuk menatap kue itu.

"Terus, mau sampe kapan itu kue di dalem?" tanya Kenan.

Gue menghela napas panjang, kemudian menoleh ke arah Kenan. Dari semalem, emang gue gak ngizinin Kenan untuk makan kuenya. Tapi, kalau dimakan Kenan, artinya kuenya harus dipotong.

"Kamu mau?" tanya gue pelan.

Kenan malah menoleh ke arah gue, memerhatikan gue selama beberapa saat, terus dia menghembuskan napas panjang.

"Mana tega kalau muka kamu aja melas gitu," ucap Kenan membuat gue segera menaruh perhatian lagi ke kue tadi sambil menahan senyum gue.

"Tapi kalau ditanya sih, pasti mau. Kapan lagi, cobain kue buatan istri sendiri."

Gue menahan napas, kemudian meraih kue berharga gue keluar dari dalam kulkas. Lalu, gue menaruhnya di atas meja.

"Ya udah, nih cobain. Niat awal aku bikin ini juga buat kamu," ucap gue sambil mengambilkan pisau kue.

"Serius nih?" tanya Kenan.

Gue mengangguk, terus memberikan pisau tersebut ke Kenan.

"Tapi kenapa sih Chef gak makan kue yang dari Surabaya itu?" tanya gue penasaran.

"Aku gak begitu suka makanan manis, kue-kue gitu."

"Iya tahu, terus kenapa mau makan kue aku?"

Sontak, Kenan mengurungkan niatnya untuk memotong kue dan dia menoleh ke arah gue.

"Ini aku boleh makan kuenya atau enggak sih?" tanya Kenan sekali lagi. Dan saat itu juga gue tertawa terbahak-bahak.

"Iya, boleh-boleh. Buat kamu apa sih yang gak boleh?" gumam gue sambil menyenderkan kepala di tangan yang ada di atas meja sambil menatap Kenan.

"Cie, dasar bucin," ledek Kenan kembali membuat gue tertawa geli.

"Pelan-pelan potongnya," ujar gue memperingati Kenan yang mau potong kuenya.

"Hati-hati ... Jangan keras-keras, kasian nanti rusak krimnya," ucap gue lagi-lagi Kenan mengurungkan niatnya memotong, terus dia memutar matanya ke arah gue.

"Maaf, maaf ..."

Kenan kembali menaruh pisaunya di atas permukaan kue dan dengan hati-hati dia memotong, sementara gue memerhatikannya dengan seksama

TING TONG!

"Morning!!"

Gue dan Kenan seketika tersentak kaget mendengar suara bel dan pekikan seseorang. Bahkan, pisau yang dipegang Kenan itu sekarang memotong kuenya dengan kondisi yang gak simetris! Bentuknya jadi hancur deh.

"Yah ..."

"Ki ... Sorry."

TING TONG!

Kenan menghembuskan napas gusar, kemudian dia menaruh pisau di tangannya ke atas meja dengan kesal. Dia berjalan menuju pintu utama, sementara gue masih meratapi kue gue yang udah gak berbentuk.

Perhatian gue teralihkan waktu denger suara Kenan dan Bianca di pintu depan. Alhasil, gue pun menghampiri mereka - takut Kenan dipepet lagi sama influencer itu.

I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang