12. Kiss From My Husband

27 2 0
                                    

"Mas Kenan! Take terakhir," panggil salah satu kru. Ternyata wawancaranya belum selesai. Kenan mengacungkan ibu jarinya, kemudian menoleh lagi ke arah gue.

"Kamu, tunggu di ruangan aku sekarang. Jangan kerjain apa-apa lagi ya, sayang ..." ucap Kenan kayanya lagi memperingati istrinya yang bandel ini.

"Tapi di bawah lagi rame banget, Chef," bisik gue pelan.

"Kamu inget kata aku gak semalem?"

Gue mengangguk pelan, kemudian Kenan tersenyum.

"Oke, tunggu aku di ruangan. Sebentar lagi aku selesai, ya?"

Kenan segera kembali ke mejanya. Sementara gue berjalan menuruni tangga. Gimana caranya gue bisa gak peduli sama karyawan lain yang nyaris gak istirahat ini?

Gue ke dapur aja deh, biar gak keliatan Kenan lagi bantuin. Karena di dapur pasti lagi chaos banget.

"Deon mana?" tanya gue.

"Barusan dipanggil sama pelanggan."

"Kenapa? Ada masalah?" tanya gue panik.

"Enggak, malah mau dipuji. Biasalah pelanggan. Gak tahu dapur lagi ribet kali ya," sahut Ikhsan. Alhasil gue batal melepaskan apron gue dan akhirnya ikut terjun ke dapur.

"Mel! Mana dagingnya?"

"Iya, sabar!" sahut Amelia.

Kayanya gue juga gak bisa ngandelin Amelia deh. Gue harus ngerjain semuanya sendiri.

"Chef!"

"Deon mana?"

"Lagi ada urusan sama pelanggan yang katanya mau puji masakannya."

"Oh, iya. Ki -"

"Mel, Mel, awas!"

Gue refleks menahan badan Amelia yang nyaris menghantam kompor yang lagi menyala karena dia bawa barang banyak banget. Sayangnya, karena menahan Amelia, gue gak sadar ke mana tangan gue berpegangan. Yang tak lain adalah meja kompor itu sendiri yang panas luar biasa sampe gue meringis kesakitan.

"Kikan! Tangan lo. Ya ampun, Ki!"

Kenan langsung berlari menghampiri gue. Dia meraih tangan gue yang masih perih ini ke arah wastafel dan mengalirkan air ke telapak tangan gue yang mulai memerah.

"Tadi apa yang kena? Tangan aja? Yang lain ada yang kena?" tanya Kenan sambil memeriksa tangan gue yang lain. Sementara gue cuma menggeleng pelan sambil nahan nangis. Sumpah rasanya sakit banget, kaya kebakar kulit gue. Tapi gue malu mau nangis.

Kayanya Kenan udah kesel banget deh, tapi dia berusaha untuk tahan-tahan itu dan lebih memilih untuk merangkul gue keluar dari dapurnya menuju ruangannya.

"Kan udah aku bilang, Kikan jangan ke mana-mana. Kamu tahu keadaan di luar lagi rame banget," omel Kenan sambil mencari-cari kotak P3K di sekitar mejanya.

"Maaf, Chef. Tapi tadi tuh mereka bener-bener keteteran. Aku gak mungkin diem aja -"

"Terus apa itu tanggung jawab kamu? Siapa yang kasih tanggung jawab itu sama kamu? Sekarang kalau kamu celaka kaya gini gimana? Aku bawa kamu ke sini untuk aman, bukan untuk celaka, Kikan."

Gue terdiam, lagi-lagi gak bisa membantah Kenan yang udah marah.

"Kamu tahu kan, kalau di tempat itu bahaya banget? Aku gak izinin kamu ke dapur karena aku tahu kamu ceroboh dan di dapur itu lagi gak ada aku. Belum lagi hantu-hantu gak jelas yang mungkin celakain kamu di dapur."

"Ini bukan karena hantu, Chef ..."

"Iya, tapi tetep berpotensi Kikan, karena kamu bisa lihat mereka."

I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang