"Maaf. Tadi saya lagi buru-buru ke toilet. Jadi ... Saya asal pergi aja gak nanya pelayan."
Gue masih berusaha mempertahankan suara berat gue ketika udah sampe di ruangan Kenan.
"Kamu mirip sama istri saya. Ceroboh, suka ke toilet kalau lagi gugup."
Yah, gue bilang apa nih? Tapi kok Kenan berubah jadi tenang banget ya? Jangan-jangan dia udah tau lagi.
"Saya minta maaf sekali lagi," ucap gue beranjak dari kursi Kenan dan bergerak mau pergi.
"Mau ke mana?"
Gue berhenti melangkah. Gimana caranya gue bisa pergi keluar sekarang?
"Sini ..."
"Maaf?"
"Masalah kita belum selesai. Sini," ulang Kenan sambil mengisyaratkan gue untuk menghampirinya.
Alhasil, mau gak mau gue menghampiri Kenan dan berdiri di hadapannya. Baru aja gue mau membuka mulut buat membela diri, tapi tiba-tiba Kenan menyentil kening gue sampe gue meringis pelan.
"Udah berapa kali akting kamu ketauan sama aku sih, Kikan? Gak kapok juga?" omel Kenan. Ternyata bener, dia udah tau kalau ini gue.
"Tapi seharian ini mereka semua gak ada yang tahu tuh ini aku. Aku berhasil nipu mereka, kok kamu bisa tahu?" protes gue kesal karena kening gue bener-bener perih nih gara-gara Kenan.
"Aku suami kamu, Kikan. Aku kenal kamu, aku kenal gerak-gerik kamu, bahkan parfum kamu aku tau semuanya. Aku tahu hampir seharian ini kamu di sini tapi aku diemin aja. Bahkan kamu bohong sama aku di telepon," omel Kenan seketika membuat gue diam tertegun sambil menundukkan kepala.
"Maaf, Chef. Aku gak maksud bohongin kamu. Abis kamu pasti marah kalau tau aku ke sini," jawab gue pelan.
Kenan menghembuskan napas panjang, kemudian dia meraih wajah gue dan menekan pipi gue pake kedua tangannya.
"Aku diemin kamu dari tadi karena kamu duduk dengan tenang aja di meja pelanggan. Tapi tiba-tiba kamu bikin dapur heboh tadi. Ada apa?" tanya Kenan.
"Itu ... Aku gak sengaja aja tadi -"
"Sayang, jangan bohong lagi atau jangan ditutup-tutupin lagi. Aku akan tau itu," sergah Kenan menatap gue lekat-lekat.
Gue terdiam sambil menimbang-nimbang, apa gue harus bilang sama Kenan atau enggak. Gue takut Kenan malah jadi kepikiran dan ketakutan.
"Aku ..."
Sekali lagi Kenan menghela napas panjang, dia keliatan agak kecewa kayanya.
"Udah nanti aja, aku gak tega liat kamu sampe mau nangis begini. Tenangin diri kamu dulu ya," bisik Kenan sambil memeluk gue dan menepuk-nepuk bahu gue.
"Chef, aku minta maaf. Soalnya diem-diem ke sini, terus bohong sama kamu pas ditelepon," ucap gue pelan.
"Gak apa-apa. Yang penting aku masih bisa liat kamu tadi. Tapi lain kali, jangan bohong lagi kalau aku nanya kamu di mana, oke? Aku khawatir," bisik Kenan sambil ngelus rambut palsu gue. Terus, perlahan melepaskan pelukannya.
"Ini apaan sih? Rambut kaya gini, aneh banget," ledek Kenan.
"Tapi kata orang-orang tadi ini bagus kok."
"Enggak. Bagusan rambut kamu yang asli." Kenan memerhatikan gue lagi dan memegangi keningnya frustrasi.
"Aku udah bilang kan, jangan pake yang ketat-ketat lagi, Kikan?"
"Ini kan bukan rok, Chef. Ini celana jeans," sahut gue menahan tawa.
"Sama aja, Kikan. Mau baju, celana, rok, jaket, terserah. Tapi jangan ketat begini, kamu ..." Kenan memutar badan gue. Terus dia menghembuskan napas lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)
RomanceHubungan Kikan dan Kenan merenggang karena sebuah tragedi yang terjadi pada Kikan di kampus barunya. Meski begitu, Kenan tak berhenti memperjuangkan hubungan mereka hingga akhirnya dia nekat langsung melamar Kikan. Pernikahan mereka yang mulanya te...