02. Maaf, Kita Putus

71 6 2
                                    

Kelas gue adalah kelas paling membosankan yang pernah gue temukan. Padahal, kalau gue tanya temen-temen gue di kampus lain, kayanya mereka have fun aja. Ada bercandanya, ada rusuhnya. Tapi di sini, kita semua bener-bener kaya bersaing. Sekalinya hang out, mereka pasti hang out ke kafe mahal, restoran fancy, atau ya ke tempat-tempat nongkrong mahal lainnya.

Gue sebagai rakyat jelata, jelas gak bisa ngikutin mereka. Dan di kelas pun, kita gak bisa banyak bercanda.

Jadi, hari ini setelah penjelasan yang cukup panjang, akhirnya kami memulai praktik dasar masakan western yaitu membuat stock atau kaldu. Ini sih gue udah pernah diajarin Kenan. Jadi, gue selangkah lebih maju dari mereka. Bedanya, di sini kita pake tambahan bahan-bahan aromatic dan sayur-sayuran yang dipotong mirepoix.

Kayanya, praktik kali ini akan berjalan lancar.

Meski gue masih harus bergelut dengan beberapa hantu sejenis kunti yang bertengger di atas lemari-lemari bahan, mereka cenderung tenang dan gak mengganggu.

"Kikan, lo bisa bersih banget kaldunya sih?"

"Ya, kan namanya clear stock," jawab gue berusaha bercanda. Tapi kayanya candaan gue gagal. Mereka gak tertawa sama sekali. Selera humor gue rendah kayanya.

"I mean, how you do that? Gimana caranya bisa bersih gitu?"

"Oh, itu. Bentar ... Jadi, sebelum disaring, gue - AKKHHH!" Gue berteriak sambil membanting laddle yang gue pegang ke lantai. Gue panik melihat ada sebuah kepala besar di dalam panci kaldu gue dengan mata melotot. Satu kelas heboh karena kepanikan gue, gue gak sengaja menyenggol panci orang lain dan tumpah mengenai salah satu temen gue. Jelas aja dia menjerit kesakitan, itu air kaldu yang mendidih!

Orang-orang di sini mulai ikut panik, dan salah satu guru akhirnya membawa temen gue yang bernama Rachel itu keluar.

Kikan! Lo bener-bener keterlaluan!

Gue juga posisinya terjatuh dan kena air kaldu panas itu. Tapi, gue gak separah Rachel yang bener-bener kesiram di sebagian badan dia.

Gue menatap hantu perempuan itu yang memunculkan kepalanya dari panci. Karena gak tahan ngeliat mukanya, gue langsung menundukkan kepala. Saat gue mencoba berdiri, gue liat temen-temen sekelas gue mulai menatap gue gak suka, bingung, dan aneh.

"Kikan, ikut saya ke ruang dekan," panggil dosen gue. Dan, mau gimana lagi gue pasti akan dapet peringatan lagi.

***

"Rachel kena luka yang cukup parah di bagian bahu sampai ke pinggang. Orang tuanya jelas marah dan mengancam akan menutut kami, Kikan. Jadi ... Saya minta maaf. Keputusan kampus ini sudah bulat."

Gue menatap lengan kiri gue yang masih memerah. Rasa perih karena air panas itu masih menjalar. Gimana sama Rachel yang sebagian tubuhnya kena?

Sekarang, gue sendirian di kosan gue dengan surat pencabutan beasiswa sekaligus pemberhentian gue sebagai mahasiswi di sana.

Air mata gue mengalir, bukan karena perih di lengan gue. Tapi karena kenyataan pahit ini. Kenapa gue sampe ngalamin nasib yang jelek gini? Padahal, gue pikir hidup gue udah mulai membaik sejak ketemu sama Kenan. Yang ada, gue malah ngancurin semuanya.

Gue emang gak pantes untuk semua ini. Harusnya gue gak perlu mimpi ketinggian. Gue gak mungkin jadi seorang Chef. Gue malah akan membuat semua orang dalam bahaya.

Sekarang jam 09:00 malam, gue sengaja matiin handphone gue karena gue gak mau Kenan tahu gue lagi hancur banget sekarang.

Di saat kaya begini, gue jadi keinget lagi sama kata-kata cowok aneh tadi. Kenapa rasanya kok mulai keliatan ya?

I'M WITH YOU (Sequel Thank You Chef)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang