SELAMAT MEMBACA ❤
---------------------
"Bagai langit dan bumi
yang tak pernah sealam
Bagai hitam dan putih
yang tak pernah sewarna
Hanya kita yang merasakannya"
(Fourtwnty - Hitam Putih)
●○•♡•○●
•• apa aku memang tidak berguna? hingga rahasia terbesar ini harus aku pecahkan sendirian tanpa petunjuk apa-apa ••
Pagi yang hadir, kini terasa tak sama lagi. Semenjak pengakuan Mas Abi pada Jantera semalam, semuanya terasa muram. Mas Raga yang terbiasa menyiapkan segala kebutuhan keluarga sebelum semuanya mulai pergi beraktivitas, pagi itu mendadak sudah pergi lebih dulu sebelum Sapta bangun.
Mas Abi yang kini menggantikan menyiapkan perlengkapan Sapta untuk sekolah. Sena dan Dika memilih untuk keluar. Alasannya, untuk berolahraga. Entah memang benar berolahraga, atau hanya sekadar melarikan diri untuk sementara dari kacaunya keluarga mereka.
Kara bisa merasakan apa yang tengah Sapta rasakan. Karena, ketika Mas Raga, Dika, dan Sena sedang mengobrol tentang keluarga mereka, Kara dan Sapta belum tidur. Mereka mendengar semuanya. Bahkan, tanpa Kara tahu, Sapta menangis sendirian malam itu.
"Abang anterin kamu ke sekolah. Kamu tenang aja!" ujar Kara pada Sapta.
Kara bisa melihat raut kesedihan adiknya itu. Mas Abi yang terbiasa berisik di pagi hari, kini bungkam. Jantera yang terbiasa berebut handuk dengan Dika, seketika menjadi tidak banyak bicara.
"Aku berangkat sendiri aja, Bang," ucap Sapta.
Namun, Kara menarik lengan Sapta. "Abang anterin. Mas, aku sama Sapta berangkat, ya! Assalamu'alaikum!" pamit Kara setengah berteriak agar Mas Abi yang tengah berada di dapur bisa mendengarnya.
"Mas, aku sama Sapta pergi ke sekolah dulu," pamit Kara pada Jantera yang sedang duduk di teras, lalu mencium tangan Mas Jan dan diikuti oleh Sapta.
"Sapta,"
Sapta yang merasa dipanggil pun menoleh ke arah Jantera. "Iya, Mas?"
"Jangan lemah!" kata Jantera. Setelah mengucapkan itu, Jantera pun masuk ke dalam rumah, lalu meninggalkan Kara dan Sapta.
Meski bingung apa yang di ucapkan oleh kakak ketiganya itu, Sapta hanya bisa menganggukkan kepalanya.
●○•♡•○●
Sekolah selalu menjadi tempat yang seperti neraka bagi Sapta. Hinaan dan makian sampah adalah makanan keseharian Sapta. Sejujurnya, Sapta sudah muak dengan keadaan yang seperti ini. Namun, Sapta tidak bisa bertindak lebih jauh. Sapta tidak ingin membebani keenam kakaknya jika itu tentang dirinya.
Terlebih lagi, Sapta sudah tahu apa yang terjadi. Ternyata, selama ini Mas Abi dan Mas Raga tahu tentang Ibu dan Bapak. Namun, entah alasan apa yang menjadikan mereka menutupi segalanya. Mungkin, ia memang masih belum bisa mencerna keadaan. Tapi, jika Mas Abi dan Mas Raga sampai menutupi itu dari Mas Jan, bukankah itu keterlaluan?
"Heh, miskin! Bawa duit berapa lo hari ini?!" tanya seorang murid yang sudah terkenal sebagai perundung.
"Gue nggak bawa duit," balas Sapta sekenanya sambil terus membaca bukunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE END
Teen FictionSetiap orang, pasti memiliki 'rumah'. Sayangnya, ada beberapa 'rumah' yang terpaksa harus berdiri tanpa atap dan penyangga. Semakin dewasa, menjadikan jiwa tujuh bersaudara ini luluh lantak. Kepergian kedua orang tua mereka, membuat mereka harus be...