11. Hangat Dalam Dekap

1K 122 8
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤

---------------------

"Puja puji tanpa kata

Mata kita yang bicara

Selalu nyaman bersama

Janji takkan kemana-mana."

(Yura Yunita - Dunia Tipu-Tipu)

●○•♡•○●

•• jika luka membuat kita saling menyakiti, mari balut luka itu dengan saling mendekap meski dalam sunyi ••

Rasa canggung masih menyelimuti tujuh bersaudara itu. Hal-hal yang biasa berwarna, mendadak menjadi hampa. Sisa-sisa kekecewaan, masihlah sangat terasa. Namun, Mas Raga yang kemarin pergi sebelum semuanya bangun, kini kembali ke rutinitasnya menyiapkan segala kebutuhan keluarga.

Mas Abi tengah membantu Mas Raga di dapur. Sena tengah pergi ke pasar bersama Jantera, Kara dan Sapta tengah mengecek kembali tugas-tugas sekolah meraka.

"Kamu tuh kalo habis mandi, pake baju dulu di kamar mandinya, Dik! Bukan malah begini sambil jalan kerumah!" ucap Mas Raga yang melihat Dika baru saja datang ke rumah dengan lilitan handuk di pinggangnya.

"Tau, tuh! Aku aja yang masih SMP udah punya malu!" imbuh Sapta.

Dika tertawa. "Ya gue juga udah pake celana, kali!" kata Dika sambil membuka handuknya.

Mas Raga mendecak. "Ck. Kamu tuh kebiasaan! Besok-besok jangan begitu lagi, Dik!" kata Mas Raga.

"Iya, Mas," balas Dika seraya berlalu masuk ke dalam kamar.

"Mas, kayaknya sekarang aku pulang agak sorean, deh," ucap Kara.

Mas Raga yang baru saja keluar dari dapur pun menoleh ke arah Kara. "Mau kemana?" tanyanya.

Kara yang memang sudah bersiap pun mencangklongkan tasnya, kemudian berpamitan pada Mas Raga dan Mas Abi yang masih bersiap di ruang tengah. "Aku ada pelajaran tambahan, Mas. Aku berangkat sekarang aja, ya? Assalamu'alaikum," pamit Kara seraya keluar dari rumah.

"Wa'alaikumussalam," balas Mas Abi dan Mas Raga bersamaan.

"Ga? Emang Kara udah sarapan?" tanya Mas Abi yang tak melihat Kara sarapan.

Mas Raga menepuk jidatnya sendiri. "Ya Allah, Mas ... belum. Ya ampun, gimana ini?" tanya Raga.

"Bekelin aja. Biar gue yang sekalian nganterin ke sekolahnya," ucap Jantera yang baru saja pulang dari pasar bersama Sena.

"Nggak capek emang, Jan?" tanya Mas Abi.

"Sekalian jalan," balas Jantera.

Mas Raga mengangguk. "Sebentar, ya. Mas bungkusin dulu," kata Mas Raga seraya kembali lagi ke dapur.

●○•♡•○●

Dalam perjalanan menuju sekolah Kara, Jantera merenungi kehidupannya. Sudah sejauh ini mereka semua menjalani kehidupan yang saling bergantung satu sama lain. Jantera mulai mengerti, jika kesengsaraan yang selalu ia rasakan, adalah karena dirinya yang terlalu menjauhkan diri dari keluarga.

Jantera merasa jika ia sudah satu langkah lebih dekat dengan Sapta. Ternyata, jika di perhatikan, adik bungsunya itu menggemaskan juga. Jadi, bukankah ini hal yang baik ketika Jantera mulai ingin menjadi lebih dekat dengan Kara?

IN THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang