SELAMAT MEMBACA ❤️
---------------------
"Hatiku seberat dunia
Semua bentuknya kau rayakan
Menangis pun kau penuh tenang ku di buai
Jika malam datang dan takut menyerang
Kau genggam apa yang kuragukan."
(Nadin Amizah - Semua Aku Dirayakan)
●○•♡•○●
•• pada kenyataannya, semua hal yang kutakutkan, tak lebih dari sekadar monster yang bersarang didalam kepala, yang sebenarnya bisa kumusnahkan kapan saja. terimakasih, aku kini bisa merasakan apa arti kebahagiaan yang sesungguhnya ••
Setelah melalui perdebatan yang panjang, pada akhirnya Jantera pergi lebih dahulu ke sebuah sungai kecil dengan berbonceng tiga bersama Sapta dan juga Kara. Dika dan Sena pun tetap ikut bersama mereka. Dengan menunggu boncengan dari Jantera. Bagaimana tidak? Mau di tolak berkali-kali oleh Jantera pun Dika dan Sena memiliki banyak cara agar tetap ikut untuk mengikuti kemana Mas Jan tersayangnya itu pergi.
"Kara, Mas titip Sapta, ya? Mas mau jemput dulu dua abang lo berdua yang ribet itu," kata Jantera.
"Mas, hati-hati ya bawa motornya!" ucap Sapta, yang di balas anggukan oleh Jantera.
Bukannya menikmati pemandangan, Kara malah mengobrak-abrik isi tasnya, kemudian mengeluarkan dua buah ciki. "Nih, buat kamu! Abang beli dua!" kata Kara seraya membukakan bungkusnya untuk Sapta.
"Makasih, Abang," kata Sapta sumringah.
"Lah? Mas nggak?" tanya Jantera.
Kara menggeleng. "Gue nggak punya duit lagi," katanya tanpa beban.
Jantera hanya bisa menghela napas pasrah. Apa yang ia harapkan dari adiknya yang super duper cuek itu? Kara hanya akan bersikap manis pada Sapta. Selebihnya? Kuburlah harapan itu dalam-dalam bahwa Kara akan bersikap manis pada semua kakaknya. Kecuali, pada Mas Abi dan Mas Raga. Tahta tertinggi dalam silsilah keluarga kecil mereka.
●○•♡•○●
"Mas Jan emang super lelet banget, dah!" gerutu Sena seraya menghentak-hentakkan kakinya di tanah.
"Yeee ... sabar! Tumben elu yang tantrum!"
"Lama banget lagian. Ntar motornya biar gue yang bawa, dah. Tuman!" cerocos Sena. Dika hanya bisa tertawa melihat kelakuan adik pertamanya itu.
"Tuh manusianya datang!" kata Dika seraya bangkit.
"Kenapa muka lo berdua? Asem banget, dah," tanya Jantera ketika sudah berada di hadapan Dika dan Sena.
Dika tertawa kecil seraya melihat ke arah sandal Jantera yang penuh lumpur. Entah terpleset, atau memang jalanan yang kotor. "Kenapa, Mas? Nyebur ke sawah lagi?" tanya Dika.
"Sembarangan, lo!"
"Udah, ayo pergi! Gue yang bawa motornya ya, Mas?" tanya Sena.

KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE END ✔
Teen FictionKatanya, rumah itu akan terasa hidup jika di dalamnya lengkap dan hangat. Lalu, bagaimana dengan tujuh bersaudara ini? Abinara Madana, tidak pernah menyangka jika kehidupannya yang pertama kali di dunia ini, ia tak hanya harus menjadi anak sulung. N...