19. Tenang

861 116 10
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

---------------------

"Tiada yang meminta seperti ini
Tapi, menurutku Tuhan itu baik
Merangkai ceritaku sehebat ini

Tetap menunggu dengan hati yang lapang
Bertahan dalam macamnya alur hidup
Sampai bisa tiba bertemu cahaya."

(Feby Putri - Usik)

●○•♡•○●

Warning!!! Mungkin, ada part yang akan bikin kalian nggak nyaman. Dimohon untuk bijak dalam membaca, dan ambil sisi positifnya, yaa...

•• pada akhirnya, aku sadar jika satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah terus bertahan hidup dengan baik ••

Matahari mulai meredupkan sinarnya perlahan, ditemani oleh warna jingga yang menjadi kebanggaannya saat menjelang malam. Satu persatu, adik-adik Mas Abi pulang dari segala kegiatannya yang menguras banyak sekali tenaga dan pikiran. Dan Dika, akhir-akhir ini selalu menjadi yang paling terakhir sampai ke rumah, karena sibuk dengan skripsinya.

"Mas, ini bener nggak, sih? Kok aku ragu, ya?" tanya Sapta pada Jantera seraya memperlihatkan buku PR nya.

Jantera dengan serius mengecek satu persatu jawaban yang sudah Sapta tulis. Sesekali, alis Jantera mengkerut, dan pandangannya mengarah ke atas langit-langit untuk berpikir memastikan jawabannya.

"Udah betul semua sih, Dek. Tapi, Mas ragu nih sama jawaban nomor 9. Coba kamu tanya ke Mas Dika nanti," kata Jantera.

"Kenapa?" tanya Dika yang baru saja keluar dari kamar setelah berganti pakaian.

"Bantuin si Adek, Dik! Gue nggak begitu paham jawaban nomor 9," kata Jantera.

Dengan segera, Dika mengambil buku Sapta, lalu mengecek semuanya dengan teliti. Jantera pun tanpa sadar malah ikut memerhatikan Dika.

"Nggak usah ngelihatin gue gitu banget, Mas! Gue tahu kalau gue emang ganteng," kata Dika dengan mata yang tak lepas dari tugas Sapta.

Jantera yang tersadar pun seketika gelagapan, seraya mengumpat, "Monyet, lu!"

Tawa Sapta, Sena, Kara, dan Mas Raga yang tengah berada disana pun seketika langsung memecah kesunyian. Jiwa Jantera yang terkenal tegas, seketika tidak ada arti apa pun jika itu sudah berada di hadapan Dika.

Sebenarnya, Dika juga segan pada Jantera. Tapi, melihat adik-adiknya yang lain menjadi tak begitu dekat karena Jantera yang terlampau dingin, Dika pun pada akhirnya memilih untuk menjadi menyebalkan demi mendapat perhatian Jantera. Dan semuanya terbukti. Jantera sebenarnya memang memiliki kepribadian yang sangat hangat dan penyayang.

●○•♡•○●

Dibawah megahnya mega yang berwarna hitam pekat, juga taburan bintang yang mempercantik diatas sana, tak lantas membuat Mas Abi lepas dari segala keresahannya.

Sejak tadi sore, Mas Abi izin keluar pada Mas Raga. Namun, ketika ditanya akan pergi kemana, Mas Abi hanya tersenyum. Mas Raga yang memahami maksud Mas Abi pun hanya bisa mengangguk. Mas Raga paham, jika kakak satu-satunya itu sedang membutuhkan waktu untuk menetralkan perasaannya.

"Pak, Bapak dimana sekarang? Kalau Bapak masih ada, tolong pulang, Pak! Mas udah capek banget hidup kayak gini. Tapi, kalau Bapak udah sama Ibu di atas sana, Mas boleh nyusul, nggak?"

IN THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang