25. Segala Yang Tumbuh

1.9K 191 11
                                        

SELAMAT MEMBACA ❤️

---------------------
"Oh ...
Apalah arti dari semua yang tercipta
Tanpa kehadirannya disini."

(Rio Clappy - Bunga Abadi)

●○•♡•○●

•• ada kalanya, setiap kesunyian yang aku rasakan, hanya bisa aku pendam sendirian ••

Malam sudah semakin larut. Namun, Kara masih belum juga bisa tertidur. Sesekali, Kara melirik ke arah Sapta yang tidur di sampingnya.

Ada perasaan sedih setiap Kara melihat Sapta yang tengah tidur lelap. Wajahnya begitu polos dan tenang. Namun, siapa yang menyangka jika wajah sepolos dan setenang itu, menyimpan banyak sekali luka yang ia pikul sendirian?

Kara beringsut, lalu memutar tubuhnya dan membelakangi Sapta. Air matanya jatuh membasahi bantal. Kara yang semua orang ketahui jarang menangis, sebenarnya sering sekali menangis sendirian.

"Bu, sebenarnya, tiap hari pun Abang selalu kangen sama Ibu. Tapi, malam ini rasanya beda. Kenapa Abang segitu kangennya sama Ibu?" katanya dalam hati.

Kara sebisa mungkin menahan isakannya agar tidak membangunkan Sapta.

"Bu, Abang nggak tau sebenarnya perasaan Abang gimana sekarang. Tapi, Bu. Abang juga nggak bisa menyangkal kalau Abang bersyukur udah bisa hidup sampai saat ini meskipun susah," katanya lagi.

"Jika dibandingkan dengan Abang, sebenarnya yang paling menderita itu adek Sapta. Abang masih bisa ngerasain disayangi sama Ibu, diajak main sama Ibu, dimandiin Ibu, disuapi Ibu, dan banyak lagi hal-hal lain yang Abang lewati bareng-bareng sama Ibu."

"Tapi, Adek? Sekali pun Adek nggak pernah dapetin itu semua dari Ibu. Bahkan, Adek pun nggak pernah denger suara Ibu seumur hidupnya. Wajah Ibu pun dia baru lihat baru-baru ini dari Mas Abi. Adek kasihan banget ya, Bu? Tapi, Ibu tenang aja. Abang adalah garda terdepan buat Adek. Selama ada Abang, Abang akan pastiin kalau Adek bakal baik-baik aja. Ibu percaya sama Abang, kan?"

Kara bangkit, lalu duduk bersandar di tembok. Dadanya sesak. Namun, sebisa mungkin ia tahan. Ia tidak ingin mengganggu adiknya, dan juga kelima kakaknya yang tengah tertidur di ruang tengah.

"Oh iya, Bu. Ibu tahu, nggak? Mas Jan dulu benci banget sama Adek. Bahkan, Mas Jan nggak pernah mau nganggap Sapta itu adiknya. Tapi, sekarang Mas Jan itu sayaaaaang banget sama Adek. Adek udah dapet kasih sayang penuh dari semuanya. Sekarang, Adek udah besar, Bu. Adek bukan Sapta yang penakut lagi. Mas Jan udah ngasih keberanian buat Adek. Sekarang, Adek udah jadi laki-laki kuat. Ya ... walau pun di rumah tetep aja nyebelin. Apalagi, kalau udah ribut sama Mas Dika."

Kara terkekeh teringat bagaimana Sapta dan Dika ketika sedang saling menjahili satu sama lain.

"Bu, Mas Abi hebat banget, ya? Mas Abi nggak pernah ngeluh apa pun. Padahal, Mas Abi juga pasti banyak lukanya. Walau pun, jujur aja kalau Abang sedikit kesal sama Mas Abi karena selalu mendam semuanya sendirian.

Tapi, sekarang Abang paham. Terkadang, emang ada sesuatu yang cukup buat kita rasain sendirian aja. Salah satunya, ini. Semua nggak ada yang tahu kalau Abang sering nangis sendirian tiap malam. Padahal, Abang cengeng banget kan, Bu?"

IN THE END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang