SELAMAT MEMBACA ❤️
(Direkomendasikan sambil mendengarkan lagu Yura Yunita - Dunia Tipu-Tipu)
---------------------
Tanah yang membasah, juga daun yang tersibak angin, menjadi saksi atas kepedihan yang ditumpahkan oleh langit.
Tubuh yang kurus, raut wajah yang sarat akan beban yang panjang, turut menjadi pelengkap kala memulai kehidupan baru di muka bumi.
Di tengah lelapnya orang-orang, Mas Abi sudah terbangun tepat pukul empat pagi. Berbicara tentang peliknya kehidupan, nyatanya harus Mas Abi cicipi saat usianya masih sangat belia. 14 tahun.
Tanpa ada tangan yang memegangnya, Mas Abi harus rela menjadi tulang punggung keluarga, demi menghidupi keenam adiknya, yang turut bersamanya. Bahkan, untuk sekadar membayangkan masa depan hidupnya pun rasanya Mas Abi sudah tidak mampu. Bagi Mas Abi, kehidupan yang layak untuk keenam adiknya, harus terpenuhi.
"Ga, bangun, Ga! Ini kamu tidur mepet banget ke tembok! Nggak dingin?"
Mas Abi menepuk pelan bahu Raga yang tengah tertidur di sebelahnya.
"Sebentar lagi, Mas." jawab Raga setengah sadar.
"Ya udah, Mas duluan. Nanti keburu rebutan sama ibu-ibu. Kamu bangunin anak-anak nanti!" kata Mas Abi yang hanya di balas deheman oleh Raga.
Sesaat, Mas Abi terdiam. Hati Mas Abi teriris melihat adik-adiknya. Kara dan si bungsu Sapta, tertidur di atas kasur yang bahkan sudah tidak layak di sebut kasur. Disamping Raga, ada Sena yang tidur meringkuk tanpa selimut.
Mas Abi beranjak, lalu keluar dari kamar. Di ruang tamu, Mas Abi menemukan Dika dan Jantera yang tidur dengan beralaskan karpet tipis. Setitik air mata Mas Abi jatuh. Hati Mas Abi sakit. Kenapa adik-adiknya juga harus terseret ke dalam lubang penderitaan?
"Doakan Mas agar tetap sehat, ya. Mas janji, kalian akan dapetin kehidupan yang layak. Mas bakal kerja keras untuk itu." batin Mas Abi lirih, lalu beranjak ke tempat pemandian umum.
●○•♡•○●
Aroma nasi goreng tercium memenuhi seisi ruangan. Siapa lagi kalau bukan Raga yang memasaknya. Sebenarnya, selain Raga, Dika dan Sena juga bisa memasak. Namun, Raga selalu jengkel jika Dika berada disekitarnya saat memasak. Bukannya membantu, Dika malah akan menjahilinya dengan menukar garam dan gula. Tak heran jika Dika terkadang mendapatkan 'tabokan cinta' dari Jantera.
"Lu pilih gua tampol, apa diem?" Begitulah kira-kira jika Jantera sudah memasang mode musuh pada Dika.
"Mas Abi kemana?" tanya Sena yang baru saja selesai mandi dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya.
"Udah berangkat. Lu mandi lama bener. Nguras sumur, lu? Untung gua kelas siang." sarkas Dika dengan mulut yang penuh dengan nasi goreng. Selain Sena, Dika juga mendapatkan beasiswa untuk kuliah.
"Mas jorok banget, ih!" ujar Kara yang tengah membantu Sapta membereskan isi tasnya.
"Ngapa lu cemberut mulu?" tanya Sena pada Sapta yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk nasi gorengnya tanpa di makan.
"Kamu sakit? Coba sini Abang cek!" Kara langsung menempelkan telapak tangan kanannya pada kening Sapta, lalu telapak tangan kirinya pada keningnya sendiri. "Nggak panas, ah." imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE END
Fiksi RemajaSetiap orang, pasti memiliki 'rumah'. Sayangnya, ada beberapa 'rumah' yang terpaksa harus berdiri tanpa atap dan penyangga. Semakin dewasa, menjadikan jiwa tujuh bersaudara ini luluh lantak. Kepergian kedua orang tua mereka, membuat mereka harus be...