SELAMAT MEMBACA ❤️
---------------------
"Oh, apalah arti dari semua yang tercipta
Tanpa kehadirannya disini."(Rio Clappy - Bunga Abadi)
●○•♡•○●
Sepertinya, rasa rindu Sapta kali ini memang benar-benar tidak bisa dibendung lagi seperti biasanya.
Semenjak ia pulang dari sekolah, demamnya tidak kunjung turun meski Mas Raga sudah memberinya obat penurun demam.
Bahkan, Mas Abi pun bolak-balik kamar untuk mengganti air kompresan Sapta. Sapta tidur dengan sangat gelisah. Badannya menggigil. Dan yang lebih parah, napas Sapta terlihat sangat berat.
"Dek, bangun, yuk! Dokter nggak ada yang buka jam segini. Kita ke rumah sakit aja! Mas nggak bisa ngelihat kamu kayak gini," kata Mas Abi seraya mengompres Sapta kembali.
Dulu, Mas Abi tidak bisa berbuat banyak ketika Sapta sakit. Keadaan ekonomi yang sulit, membuat mereka dipaksa agar tidak sakit.
Tapi, kali ini, Mas Abi merasa sudah bisa mencukupi segalanya. Ia tidak ingin apa yang sudah ia capai itu menjadi sebuah kesia-siaan. Mas Abi akan melakukan segala cara agar Sapta bisa sembuh.
Namun, Sapta hanya menggeleng.
Mas Abi pun memutuskan keluar kamar, untuk membawakan Sapta segelas air hangat.
Mas Abi bersyukur, karena kini mereka memiliki dispenser yang bisa mereka biarkan menyala pada saat-saat darurat seperti ini. Tidak perlu repot-repot memanaskan air di kompor seperti dulu.
"Mas, gimana si Adek? Turun demamnya?"
Tepat saat Mas Abi keluar kamar, Mas Raga juga keluar dari kamar Kara.
"Malah menggigil, Ga. Bawa ke rumah sakit aja apa ya? Asmanya malah kambuh juga. Mas khawatir ini. Udahlah, bawa aja!" kata Mas Abi.
Kentara sekali jika Mas Abi itu cemas. Namun, berusaha untuk tetap tenang.
Mas Raga yang mendengar itu pun langsung masuk ke dalam kamar Mas Abi. Sementara, Mas Abi mengambil air hangat untuk Sapta.
Mas Raga lantas menempelkan telapak tangannya ke kening Sapta. Masih panas.
"Mas, sakit," rintih Sapta seraya memegang dadanya.
"Ta, ke rumah sakit, ya! Mas nggak nerima penolakan!" tegas Mas Raga.
Sapta menggeleng keras. "Nggak mau, Mas! Aku ngerepotin nantinya."
"Emang mau kamu begini terus? Mau napasnya berat terus? Udah, Dek. Untuk yang satu ini, nurut sama Mas!" kata Mas Raga final.
Sapta tidak bisa berbicara lebih banyak. Demi apa pun, dada Sapta benar-benar sesak. Rasanya, dari banyaknya oksigen yang ia hirup, hanya seperempatnya saja yang berhasil masuk ke paru-parunya.
"Mas? Kenapa?" tanya Sena yang terbangun, dan langsung masuk ke kamar Mas Abi.
Namun, saat melihat Sapta yang sesak, Sena langsung kembali berlari ke kamarnya tanpa menunggu jawaban dari Mas Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE END
أدب المراهقينSetiap orang, pasti memiliki 'rumah'. Sayangnya, ada beberapa 'rumah' yang terpaksa harus berdiri tanpa atap dan penyangga. Semakin dewasa, menjadikan jiwa tujuh bersaudara ini luluh lantak. Kepergian kedua orang tua mereka, membuat mereka harus be...