.08.

675 89 12
                                    

Kepulan asap rokok membumbung tinggi di udara dan hilang perlahan di sapu angin malam. Sunghoon tersenyum miring, sorot mata tajamnya menatap ke arah rumah mewah yang berada tepat di depan rumahnya.

Rumah itu adalah rumah milik keluarga Jay Park. Park Jaehyun ayah Jay adalah kakak Park Suho ayah Sunghoon. Meskipun kekayaan kedua keluarga itu terbilang setara, namun kehidupan Jay dan Sunghoon sangat jauh berbeda.

Jay memiliki keluarga yang hangat, kedua orang tua yang harmonis, prestasi yang bagus, pekerjaan yang mapan dan kisah cinta yang mulus. Kehidupan Jay begitu sempurna, sangat berbanding terbalik dengan Sunghoon.

"Jay, kamu sekolah yang pinter ya, jangan bolos terus. Jangan kayak Sunghoon."

"Jay, sini nak. Cucu kesayangan kakek."

"Lihat itu Jay, dia masih muda tapi sudah bisa sukses mengurus perusahaan sendiri. Kamu masih gini-gini aja. Papa malu punya anak tidak berguna kayak kamu!"

Sunghoon tersenyum tipis. Rasanya kupingnya sudah begitu tebal mendengar ketidak adilan yang terus menghakiminya sejak kecil. Semua orang berpihak pada Jay, sedangkan dirinya selalu di pandang sebelah mata, bahkan saat berbuat kebaikan sekalipun.

"Hidup lu sudah terlalu sempurna Jay, lu punya semuanya. Gue cuma mau ambil Ningning dari lu. Cowok brengsek kayak lu gak pantes dapetin cewek setulus dia."

• • •

Beberapa tahun silam.

Park Sunghoon, cowok berwajah dingin dan angkuh itu membanting pintu rumahnya dengan keras. Suara teriakan ayahnya dari dalam rumah masih terdengar jelas di telinga Sunghoon.

Bukan. Pria itu bukan ayahnya. Ia hanya jelmaan iblis yang Tuhan turunkan untuk memporak-porandakan kehidupan Sunghoon.

"Kamu matipun, papa tidak akan peduli!"

"Dasar anak sialan!"

"Kelakuanmu sangat persis dengan ibumu, si jalang murahan itu!"

Sunghoon mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata sambil sesekali mengulurkan dasinya, mengelap keningnya yang berdarah akibat terkena pukulan botol miras dari ayahnya tadi.

Sunghoon menghela napas kasar saat melihat gerbang sekolahnya sudah tertutup rapat, lagi dan lagi ia terlambat, entah sudah ke berapa ratus kali, rasanya hampir setiap hari.

Seperti biasanya, Sunghoon langsung berbelok ke belakang sekolah dan meninggalkan motornya begitu saja di sana. Jangankan ingin mencurinya, menyentuh saja rasanya tidak ada yang berani karena semua penduduk sekolah sudah tahu kalau itu milik Park Sunghoon, si berandal berwajah dingin.

Sunghoon memanjat tembok dengan mudah karena ia sudah terbiasa. Sunghoon melewati koridor dengan santai, sudah siap kalau akan mendapat hukuman seperti biasanya. Tapi mendadak Sunghoon baru ingat kalau hari ini ada pelajaran sejarah dan gurunya sangat membosankan.

Malas masuk kelas, Sunghoon pun berbelok ke UKS yang kebetulan sepi. Sunghoon merebahkan tubuhnya di sana. Sunghoon memejamkan kedua matanya dan berusaha mendinginkan pikirannya.

Baru beberapa detik matanya terpejam, Sunghoon merasakan ada tangan yang menyentuh pipinya. Sunghoon seketika membuka matanya.

"Sakit?"

Sunghoon terdiam sejenak. Kedua sorot mata tajamnya itu bertatapan beberapa saat dengan gadis pemilik mata indah itu. Sunghoon langsung bangun dari tidurnya, ia benci di kasihani.

"Gak. Gue gakpapa. Cuma males masuk kelas aja." jawab Sunghoon dingin.

"Badan lu anget. Istirahat aja. Hari ini jadwal gue jaga UKS, setelah ini gue bikinin surat izin."

Obsession || Wangice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang