.17.

685 64 13
                                    

"Sayang, ini menurut kamu gimana?"

Ningning yang tengah sibuk mengupas jeruk itu pun menoleh. Ia melihat Sunghoon berjalan ke arahnya sambil membawa sebuah tablet di tangannya.

Sunghoon berdiri di samping Ningning dan menunjukkan sesuatu di layar tabletnya.

"Apa ini?"

"Ini foto beberapa rekomendasi villa yang pengen aku beli."

Ningning menaikkan sebelah alisnya, menatap Sunghoon. "Villa?"

Sunghoon mengangguk sambil tersenyum. "Iya, sayang. Aku mau beli villa di puncak."

"Buat apa?"

"Kok buat apa? Kan aku udah bilang sama kamu, setelah kita nikah nanti, aku akan bawa kamu pergi jauh dari sini. Aku nggak mau kehidupan kita di usik sama keluarga kita yang toxic itu."

"Hoon—"

Ningning menatap Sunghoon dalam diam. Entah bagaimana menjelaskan pada pria ini kalau menjalani sesuatu seperti yang ada di angan-angannya saat ini tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Menurut kamu mana yang bagus? Kamu kan suka liat sunset, makanya aku exited banget pengen beli villa di puncak biar kita bisa liat sunset indah setiap hari."

Ningning mengusap wajahnya dengan gelisah, tidak menjawab pertanyaan Sunghoon sedikit pun.

"Kenapa, sayang?" tatap Sunghoon. "Kamu nggak suka? Atau kamu mau kita cari di tempat yang lain?"

Apa yang harus aku katakan sama kamu, Hoon?

Kita ini tidak akan pernah menikah. Kita hanya bisa sebatas ini, tidak lebih.

"Sayang."

"Terserah kamu deh." jawab Ningning akhirnya. Setelah kejadian malam itu, ia lebih banyak diam. Kalau ia membantah dan mengatakan tidak, ia takut Sunghoon akan menyakitinya lagi.

"Kok terserah aku? Kamu suka nggak?"

Ningning mengangguk pelan. "Kalau kamu suka, aku pasti suka."

Sunghoon pun tersenyum. Ia langsung menarik Ningning ke dalam pelukannya dan mencium pundak kekasihnya itu berkali-kali.

"Minggu depan aku bakalan datang ke rumah kamu buat ngomong hal ini sama orang tua kamu, sayang."

"Aku bakalan menikahi kamu secepatnya. Aku nggak peduli lagi gimana nanti keluargaku akan menghabisiku, demi kamu aku akan perjuangin ini."

"Dan demi anak kita pastinya."

Ningning seketika memejamkan matanya sambil menarik napas kuat-kuat. Dadanya sesak, sejak seminggu ini Ningning berusaha menahan diri agar tidak menangis di hadapan Sunghoon. Ia tidak ingin menunjukkan kesedihannya di saat Sunghoon tengah berbahagia.

Entah takdir buruk apa yang tengah menimpanya sekarang, Ningning berpikir mungkin Tuhan sedang memberi hukuman atas perbuatan bodohnya selama ini.

Di saat Ningning tengah bersikeras mencari cara agar bisa lepas dari Sunghoon, Tuhan malah menghadirkan sosok janin di dalam perut Ningning. Tepat tiga minggu setelah kejadian malam itu, Ningning positif hamil.

"Nanti malam kamu beneran gak mau datang di acaranya Heeseung sama Karin?" tanya Ningning setelah beberapa saat terdiam, mengalihkan pembicaraan Sunghoon.

Sunghoon melepas pelukannya dan menggeleng pelan. "Aku mau datang kalau kamu juga datang."

"Ya kalo aku pasti datang, aku udah janji sama Karin."

Obsession || Wangice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang