.33. Last Part

771 75 39
                                    

Sunghoon seketika mengumpat saat melihat jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan hampir pukul delapan pagi. Dengan gelagapan, Sunghoon langsung berlari ke lantai atas dan ia seketika panik saat membuka pintu kamar Ningning. Kamar itu sudah rapi dan terlihat tidak ada siapapun di sana.

Sunghoon kembali berlari ke lantai bawah, ke arah dapur dan ia melihat Irene tengah membuat susu sambil menggendong Jihoon.

"Ma, Ningning kemana?" tanya Sunghoon panik.

"Pergi tadi."

"Sama siapa? Yeonjun?"

"Iya. Kenapa?" tatap Irene. "Kamu kok baru bangun? Papamu nyuruh kamu ke kantor buat—"

"Sialan! Kalah cepet gue."

Irene seketika menatap Sunghoon heran. Jarang sekali anak laki-lakinya itu mengumpat di hadapannya.

Mengabaikan ucapan Irene, Sunghoon berlari kembali ke dalam kamarnya. Sunghoon gosok gigi dan cuci muka lalu dengan segera ganti baju dan bergegas pergi.

Sunghoon menghampiri mamanya sebentar dan mencium pipi anaknya kanan kiri secara bergantian. "Doain papa ya, nak."

"Mau kemana? Gak ke kantor kamu?"

"Cuti dulu, lagi ada urusan."

"Kamu itu ya, mentang-mentang cucu pemilik perusahaan seenaknya sendiri."

"Sunghoon pergi, Ma." teriak Sunghoon sambil berlari keluar, sesaat setelah mencium punggung tangan Irene.

Sunghoon mengusap wajahnya dengan gusar. Sebenarnya tadi Sunghoon sudah memasang alarm jam lima pagi tapi ia kebablasan.

Semalam Sunghoon sama sekali tidak tidur, ia baru tidur jam setengah empat tadi pagi itu pun karena ketiduran. Setelah bertengkar kecil dengan Ningning semalam, Ningning terlihat sangat kesal dengannya. Ningning mengunci pintu kamarnya dan sama sekali tidak ingin bicara dengan Sunghoon meskipun pria itu sudah berusaha membujuknya.

Sunghoon mendengar dari balik pintu kalau Ningning telvonan dengan Yeonjun dan mereka janjian hari ini untuk keluar, mengecek rumah yang ingin Ningning beli.

Ningning juga curhat pada Yeonjun kalau ia bertengkar dengan Sunghoon dan itu benar-benar membuat Sunghoon sangat gila.

"Aku kesel banget sama Sunghoon, Kak. Dia bener-bener gak peka."

"Aku mau bawa Jihoon keluar dari sini. Aku gak kuat, Kak. Aku capek sama sikap dia."

"Aku sekarang udah gak mikirin lagi soal tanggung jawab dan semua janji-janjinya dulu. Aku mau cari yang pasti-pasti aja. Aku akan terima siapapun pria yang emang tulus sama aku dan mau nerima anakku."

Sambil mengendarai mobilnya, Sunghoon menelvon Winter. Cukup lama tidak ada jawaban, sekitar enam panggilan, Winter akhirnya mengangkatnya.

"Ada apa? Tumben amat sih lu spam call sama gue?"

"Lu tahu temennya Yeonjun yang punya perumahan gak?"

"What? Ya mana gue tahu. Lu pikir gue kenal semua temen kakak gue?"

"Please bantuin gue, Win."

"Bantuin apa? Lu kenapa sih bicaranya kayak orang gugup gitu?"

"Ya gue emang gugup. Lu coba tanyain kakak lu sekarang kemana dia pergi tapi jangan ngomong kalo gue yang nyuruh."

"Nanya lewat mana? Orang ini hapenya Kak Yeonjun ada di tangan gue. Gue pakai ngegame soalnya tadi di tinggal di meja TV."

Sunghoon seketika mengusap wajahnya dengan kasar. "Eum— anu deh, lu coba buka room chat line kakak lu sama Ningning."

"Ningning?"

Obsession || Wangice [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang