Cuplikan S2

400 16 0
                                    

BENIH TITIPAN 2 (Cuplikan)

Hai, Nin.

Sampai saat surat ini tiba, mungkin aku sudah tiada. Bukan bermaksud ingin mendahului takdirnya, tapi aku memang merasa waktuku tak lagi lama.

Aku bingung harus memulainya dari mana, terkadang pulpen yang kugenggam seolah tak tahu arah goresannya. Hari ini, tepat empat tahun semenjak kepergianmu. Jujur aku menikmati sisa hidup yang bahagia bersama dengan Bang Khalid dan Fatina, keluarga kecil kami sempurna. Kesempatan menjadi seorang ibu setelah berkian tahun akhirnya bisa kurasa. Sisi paling egois dalam diri bahkan merajalela. Aku tak ingin semua berakhir begitu saja.

Namun ternyata semua di luar kuasa, aku hanya manusia yang bergerak berdasarkan suratan takdir-Nya, aku tak berdaya oleh penyakit yang terus-menerus menggerogoti tubuh hingga yang tersisa hanya kulit yang melimuti tulang dalam raga. Bahkan empat tahun yang dijalani setelah kamu pergi tak pernah lagi sama, tak sesuai harapanku, atau mungkin tak berjalan semestinya.

Aku mendapati dia yang berbeda. Lelaki yang dulu hanya memuja satu wanita, mengagungkanku layaknya ratu dalam singgasana. Hatinya telah terbagi setelah kamu tiba. Cinta yang kurasa tak lagi sama. Rasanya sakit sekali ketika mendapati diri bukan lagi satu-satunya. Hingga ada saat di mana aku membenci diriku, membencinya, bahkan membenci hidupku.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu, aku mulai memahami situasinya, aku merasa semua sudah sesuai porsinya.

Kini, aku telah ada di ambang batas, mencoba bebas pada kata ikhlas. Aku mencintainya, aku mencintai Fatina. Jadi, kumohon jaga mereka di sisa waktumu yang tersisa!

***

Aku masih beradaptasi, mencoba menyesuaikan diri dengan kehidupan kelas atas dalam keluarga ini. Rumah yang pernah Naya tinggali, selalu membayangi. Memberiku gambaran bahwa aku hanyalah wanita kedua yang menggantikan posisi.

Dua keturunan aku beri, tetapi aku tak bisa serakah ingin menguasai segalanya.

Semua kenangan mereka abadi. Terpanjang dalam bingkai persegi di seluruh penjuru rumah ini.

Apa yang Roy kata saat aku pamit sebelum pergi, belakangan ini mulai menghantui. Jelas sekali, aku tak akan pernah terbiasa dengan semua ini. Apalagi saat Bang Khalid mengatakan bahwa hari ini dia akan memperkenalkanku pada keluarga besarnya yang tak pernah kutahu.

Di depan cermin berkali kubenahi penampilan. Menata jilbab, riasan, serta gamis yang dikenakan. Neli mengatakan bahwa sebagian besar keluarga Bang Khalid memang berasal dari keluarga yang paham, tapi tak menutup kemungkinan adab mereka kesampingkan bila merasa kepahamannya tinggi.

"Nin!" Suara berat itu terdengar tiba-tiba.

Aku menoleh ke asal suara dan menemukan lelaki dengan kemeja dan celana bahan itu sudah berdiri di ambang pintu kamar.

"Keluarga Mama udah dateng."

Aku mengangguk, meski tak yakin. Kenapa Bang Khalid hanya bilang keluarga Mamanya? Karena keluarga dari pihak Papa-nya hanya tinggal Papa mertuaku dan Bang Khalid sendiri. Maka tak heran bila mereka menginginkan banyak anak atau cucu untuk meneruskan garis keturunannya.

"Santai aja, mereka baik, kok. Cuma--"
Aku mengerutkan kening saat Bang Khalid menyebutnya satu pengecualian. "Kalau ada ucapan yang kurang enak keluar dari mulut Tante Luna, jangan diambil hati, ya!" tambahnya kemudian.

"Tante Luna?" Aku bertanya untuk memastikan siapa orang yang dia maksud.

"Adik Mama."

Deg!

"Emangnya dia kenapa?"

"Orangnya emang agak keras, mungkin karena beliau single parent yang berjuang sendiri setelah diselingkuhi."

"Oh." Aku tak tahu harus merespons bagaimana. "Ya udah kamu duluan aja, aku tiba-tiba mules denger cerita tentang Tante kamu."

Bukannya peka akan kekhawatiranku, lelaki itu justru terkekeh.

"Udah aku bilang dia cuma--"

"Dah, ah. Kamu bilang aja sama mereka suruh tunggu lima menit lagi." Bang Khalid menghela napas. Akhirnya dia mengangguk pelan dan berlalu.

Aku memilih duduk di tepi ranjang, memilin kedua tangan. Perasaanku mulai tak keruan. Belum reda resah yang dirasakan, suara ketukan pintu kembali terdengar.

Yaelah, padahal aku bilang tunggu lima menit. Ini belum ada dua menit padahal.

"Aku, kan udah min--"

"Oh, jadi ini pelakor yang merasa terzolimi sampe minggat minta dicari. Emang nggak tahu diri, setelah si Naya mati aja kamu baru berani nampakkin diri!"

Oh, jadi ini orang yang Bang Khalid maksud. Persis seperti ceritanya, wanita yang kerudungnya melilit leher dengan pakaian pas badan ini punya mercon di mulutnya.

Seperti yang Roy katakan, tak semua orang bisa menerima seseorang dengan masa lalu yang kelam. Ada saat di mana masa laluku menjadi bumerang bagi siapa saja yang tak suka dengan kehadiranku di sini.

***

BENIH TITIPAN SULTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang