BENIH TITIPAN 2 (Cuplikan)Kapalku mulai berlayar. Bahtera cinta kami tak lagi timpang, awaknya seimbang. Kini, tiap perjalanan mampu kunikmati di pelabuhan manapun nahkoda memberhentikan kapal sebagai tempat persinggahan.
Sudah dua tahun sejak aku menginjakkan kaki kembali di Batam, kota kenangan, kota di mana semuanya dimulai. Aku belajar banyak hal, tentang menjadi istri juga ibu, tentang menjadi anak juga menantu. Karena memang beradaptasi dalam lingkungan baru itu perlu waktu.
"Ngomong-ngomong tentang kita. Kapan, ya terakhir kita pergi berdua? Aku sibuk kerja, sementara kamu juga sibuk ngelola SLB dan ngurus rumah tangga." Bang Khalid membuka percakapan saat kami tengah berbaring menunggu kantuk tiba.
"Kapan, ya ...?" Aku yang tengah merebah berbantalkan lengannya, menoleh seketika.
Lelaki itu berpikir lama seraya seraya mengecup bahuku sesekali.
"Oh, iya. Masih inget janjiku mau bawa kamu naik kapal pesiar dua tahun lalu? Gimana kalau kita berangkat akhir pekan ini?" tawarnya tiba-tiba.
"Bukannya baru beberapa bulan lalu, ya kita berangkat ke Singapura setelah Fatin wisuda TK?"
Bang Khalid menghela napas. "Ya, itu kan ke Disneyland. Maksudku cuma kita, berdua, Nin!" Dia menekankan suara di beberapa kata.
Aku terdiam sejenak.
"Bentar, ya. Aku liat kalender dulu. Takutnya ada hari penting yang kelewat. Les piano pertama Fatin, lomba kreasi gambar di sekolah Alid, ngocok arisan di rumah Ce Vanes, syukuran Mbak Nurma yang baru pulang ha--"
"Hei, hei, hei!" Bang Khalid tiba-tiba menginterupsi sebelum sempat aku mengabsen jadwal dalam sebulan ke depan. Dipikir-pikir jadi IRT juga agendanya sepadat pekerjaan kantoran. "Kan masih ada Neli, Sayang. Mama juga nggak akan keberatan kalau kita titip mereka sebentar."
"Tapi--"
"Nin ...." Tatapan Bang Khalid meredup. Memang paling bisa dia menunjukkan ekspresi nanar yang membuatku tak tega untuk menolak tiap ajakan.
"Ya udah, deh. Kalau gitu kita berangkat Sabtu ini."
Kedua sudut bibirnya tertarik sempurna, Bang Khalid menggulung sebelah lengannya yang kujadikan bantalan, lalu membawa diri dalam dekapan.
"Terima kasih." Kalimat itu diakhiri dengan kecupan di kening ini.
***
"Sebenarnya udah lama aku pengen kenalin kamu sama seseorang. Dia udah kayak keluarga. Jadi, hampir setiap waktu kuceritakan tentangmu."
Aku mengerutkan kening. "Siapa?"
"Sahabatku, Nin. Hubungan kita mungkin sedekat kamu dan Roy."
"Oh, ya? Laki-laki atau perempuan?" Aku memastikan.
"Laki-laki."
Aku menghela napas panjang.
"Dia orang hebat, Nin. Kecerdasannya nggak perlu diragukan lagi. Lulusan Oxfort. Kita berteman sejak SMA, tanpa dia dan keluarganya TransPras mungkin nggak akan pernah berdiri dan berkembang sebesar ini. Ayahnya juga salah satu petinggi Bea Cukai yang mengawasi barang yang masuk dan keluar dari Batam ke Singapura, makanya semua bisnis kakeknya dia yang kelola. Travel Agency, SwiftVins Cargo, dan saham yang cukup besar di perusahaan E-commerce Belanja.id. Kita bisa berangkat hari ini tanpa kendala juga berkat travel agency-nya."
"Oh, ya? Berarti kalian deket banget, ya? Dari mulai kerjaan sampai sharing masalah pribadi. Aku jadi nggak sabar pengen nanya-nanya gimana kamu kalau dalam mode busy." Aku antusias sendiri, karena untuk pertama kali dia membahas tentang 'dunianya' yang tak benar-benar aku ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENIH TITIPAN SULTAN
RomanceAku hanya bisa tertawa saat pertama kali dia datang, menawarkan sesuatu yang lebih berharga dari intan permata. Menceritakan tentang ketidakberdayaan istrinya, dan keputusasaan menghadapi masa depannya. Dia menjanjikan komitmen yang dibalut kesepak...