Bab 25: Kunjungan

77 14 0
                                    

Suara keretak keras dari perapian membangunkan aku. 

Kayu terakhir mulai terbakar habis pada perapian dihadapanku.  Hembusan angin dingin mengalir masuk dari balkon yang terbuka, menggelitik kulit telapak kakiku. Dilihat dari sinar bulan yang masih bersinar terang, sepertinya ini masih tengah malam. 

Kulit lenganku menekan permukaan kasar dari karpet di bawahku. Aku ingin sekali bergerak dan berbaring terlentang. Tapi sayangnya, pinggang dan punggungku tertahan. Aku sama sekali tidak bisa bergerak. Saat aku mencoba menggeliat, lengan Jasper yang melilit pada pinggangku sama sekali tidak melonggar. Malahan, lilitannya semakin erat dan aku mendengar dia bergumam rendah dari lekukan leherku. Kemudian, napasnya kembali teratur. Dia tertidur lagi dengan telapak tangannya yang beristirahat di kulit perutku. 

Ketika aku menghembuskan napasku, telapak tangannya menyapu kulit perutku. Itu mengirimkan sensasi kesemutan pada perutku. Suara erangan rendah keluar dari tenggorokanku. Setelahnya, terdengar suaranya tertawa lembut di lekukan bahuku. 

Tentu saja, dia hanya pura-pura tidur untuk menggodaku.

Aku masih berusaha untuk berbaring terlentang. Dia membiarkan aku, tapi telapak tangannya masih beristirahat di kulit perutku. Kali ini sambil membelainnya. Tanpa melihatnya, aku bisa merasakan senyuman kemenangannya. Beringsut, aku berbaring miring menghadapinya.

Jasper sudah bangun, tentu saja. Dia memberiku senyuman malasnya yang khas. "Kamu sudah bangun." Suaranya masih terdengar seperti gumaman yang mengantuk. "Kita bisa pindah ke tempat tidur." Senyumannya berubah menjadi seringaian menantang. 

Satu tanganku menelusuri dadanya, tepat di atas sebuah tato yang sama dengan milikku. Tato itu tercetak pada kulitnya, tepat di atas jantungnya. Jari-jariku menelusuri tatonya. "Kenapa tatonya berbentuk dua kepala gagak dengan satu tubuh?" Gumamku kesal. "Ini terlihat seperti aku yang menjadi benalu padamu."

Jasper hanya terkekeh pelan. "Aku tidak keberatan." Dengkurnya dengan lembut. "Selama benalu itu adalah kamu. Dengan senang hati, aku akan membagikan esensi kehidupanku padamu."

Astaga, dia benar-benar dramatis.

Aku memutar kedua bola mataku sebagai jawabannya.

Jasper menunduk dan menatap padaku, wajahnya berubah menjadi serius. "Bolehkah aku bertanya?"

"Apapun itu, selain aku menjadi benalu untukmu."

Sudut bibirnya berkedut karena menahan senyuman. Kemudian, rautnya kembali menjadi serius. Dia terlihat berhati-hati sebelum mengatakannya. "Kenapa kamu tidak mau mengadakan pesta pernikahan?"

Ah, itu.

Aku beringsut mendekatinya dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Mendengar suara detak jantungnya yang teratur. "Aku hanya tidak bisa." Syukurlah, aku tidak sedang memandangnya. Jika aku melakukannya, maka aku tidak akan bisa untuk tidak menangis di hadapannya. Bahkan saat ini, aku bisa merasakan air mataku telah berkumpul di sudut-sudut mataku.

Air mataku mulai mengalir menuruni wajahku. Aku yakin dia merasakannya, karena sedetik kemudian. Tangannya meraih daguku. Dan membuat kepalaku menengadah padanya. 

Saat dia melihatku sedang menangis. Tatapannya berubah menjadi sendu. Dia juga ikut bersedih untukku. "Maukah kamu mengatakannya padaku?" Sebuah permohonan yang tulus.

Lagi-lagi, dia memoohon padaku. Apakah dia tahu? Ketika dia mulai memohon padaku, aku tidak akan bisa menolak permohonannya. Sekalipun, permohonan itu menakuti aku.

"Dulu, aku pernah berjanji pada kedua orang tuaku. Bahwa mereka berdua akan mendampingiku berjalan melalui altar, ketika aku menikah." Aku memulai, suaraku terdengar serak. Saat aku membuka mulutku untuk melanjutkannya. Ada beban berat yang membuat suaraku macet. Malahan, air mataku mengalir turun dari wajahku semakin deras dan aku mulai menangis tersedu-sedu.

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang