Bab 36: Seorang Buatan

54 13 0
                                    

Aku menyesal.

Sangat menyesal.

"Ada apa?" Jasper melihatku dengan tatapan khawatir dari cermin di hadapan kami.

Aku berkedip.

Sekali.

Dua kali.

Tiga kali.

Empat kali.

"Lorry," Suara Jasper terdengar menuntut.

Aku tersedak napasku sendiri, "Bisakah kita membelikanmu sebuah wig?" Tanyaku menyesal.

Satu alisnya terangkat tinggi. "Apa kamu tidak menyukainya?" Tanyanya sambil memiringkan kepalanya dan mengamati pantulannya sendiri di hadapan cermin. "Aku menyukainya, menurutku ini sempurna."

Terlalu sempurna.

Hingga aku terpana dengan penampilan barunya. Aku hanya memotong pendek rambutnya, dan dia terlihat seperti sebuah maha karya yang keluar dari lukisan. Bagaimana jika dia menarik perhatian para wanita di pesta yang akan kami hadiri malam ini? Harusnya aku tidak memotong rambutnya.

"Lorry," Dia memanggilku lagi. Kali ini terdengar seperti bujukan. "Katakan padaku, kenapa kamu terlihat begitu mematung."

Karena dia terlalu tampan dan sempurna. Dia adalah wujud dari semua dosa yang paling di dambakan para wanita.

Mulutku terbuka, tapi aku tidak menemukan kata-kata yang tepat. Sebagai gantinya, aku melemparkan diriku padanya dan duduk di atas pangkuannya. Kedua lenganku memeluk lehernya. Bibirku menabrak miliknya. Dia menyambutnya dan memperdalam ciuman kami. Satu tanganku beralih naik ke atas rambutnya. Meremasnya dan merasakan kelembutannya.

Erangan dan desahan panjang terdengar di sekeliling kami. Tanganku yang lain beralih ke kain tuniknya. Berusaha menyingkapnya. Tapi dia menangkap tanganku dan menjauhkan wajahnya dariku. Aku bisa melihat warna matanya yang keruh, tapi setidaknya dia masih memiliki setengah akal sehatnya. "Jika kita tidak berganti pakaian sekarang, kita akan terlambat."

"Baiklah," Sergahku frustasi sambil turun dari pangkuannya. Aku melangkah keluar dari kamar mandi dengan Jasper yang mengikutiku dari belakang. Aku bisa mendengar suara tawanya yang rendah.

Saat kami berdua memasuki walk in closed, aku mengambil pakaian miliknya dan milikku sendiri dari rak gantung. Tanpa melihatnya, aku menyodorkan pakaiannya tepat ke dadanya sambil berjalanan melewatinya. "Aku akan ganti baju di kamar mandi."

Jasper menangkap tanganku dan menahan tubuhku. Bibirnya cemberut.

Astaga, bahkan dengan ekspresi seperti itu, wajahnya semakin terlihat menggoda. "Kenapa? Aku sudah melihat setiap inci tubuhmu."

"Kita bisa terlambat." Aku mengingatkan. Dengan dia berganti baju disampingku. Aku sangat meragukan diriku sendiri, bahwa aku tidak menyerangnya dalam hitungan detik.

"Lagipula," Dia menunjuk gaunku dengan dagunya. "seseorang harus membantumu menaikkan resleting gaunmu."

"Aku bisa melakukannya sendiri."

Jasper menghela napas menyerah. "Baiklah, aku tidak akan melihatmu memakai gaunmu. Tapi setidaknya biarkan aku yang menaikkan resletingmu."

Astaga, dia benar-benar.

***

Aku menghembuskan napas lega.

Yah, itu tadi hampir saja.

Penampilannya benar-benar menjadi kehancuranku.

Harusnya, aku tidak mengubah model pakaian yang biasa dia pakai. Sekarang, aku menyesalinya.

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang