Bab 11: Teman Lama

99 11 0
                                    

Jasper tidak meninggalkanku sendiran. Dia masih berjalan disampingku. Saat aku memulai perjalanan kami sejak gelap. Dia bangun dari tidurnya, lalu mulai mengikutiku. Sejak dia bangun, dia sama sekali tidak berbicara. Bahkan saat perjalanan kami mulai menurun dan terjal. Untuk ukuran Vampir yang selalu bekerja di belakang meja. Dia memiliki kelincahan yang masih terjaga.

Biasanya, jika seorang Vampir terlalu lama berbisnis atau bekerja di belakang meja sepertinya. Akan kehilangan kemampuannya untuk bertahan hidup di alam liar atau melakukan perjalanan jauh seperti ini. Cukup mengejutkan sebenarnya, karena Jasper sama sekali tidak memprotes perjalanan yang panjang dan melelahkan ini.

Jika saja saat ini aku hanya sendirian, mungkin aku sudah memanggil Theseus dan perjalananku akan lebih singkat, jauh dari kata panjang dan melelahkan. Sayangnya, dia masih belum menyerah membiarkan aku berburu sendirian. 

Akhirnya kami selesai menyebrangi sungai. Aku naik dari pinggiran sungai dan mulai menginjak rerumputan hijau. Udara di sekelilingku tidak lagi dingin. Jadi, aku melepaskan jubahku dan memasukannya ke dalam tas perbekalanku. Kemudian mulai berjalan lagi. Aku meninggalkan Jasper yang tertinggal di belakangku.

Bau di wilayah ini berbeda dengan wilayah dingin yang ada di belakangku. Aromanya hangat dan mengundang. Aku bahkan bisa mencium aroma dedaunan pohon yang segar. Matahari telah bersinar di atas, saat aku mulai memasuki rerimbunan hutan yang terlihat subur. Hembusan angin dari barat membawa aroma darah hewan yang segar. Aku bahkan masih bisa merasakan kehangatan darahnya dengan indra pengecapku. Masih ada aroma lain yang dibawa angin. Sebuah aroma yang aku kenali. Sayangnya, aromanya agak berbeda ketika kami bertemu sebelumnya.

Aku menoleh ke belakang dan mencari Jasper yang berusaha menyusulku. "Ayo, kita sudah dekat." Kakiku melangkah menelusuri ke arah aroma yang sebelumnya terbawa oleh angin. Akhirnya, aku menemukan sebuah padang rumput yang menguning dan menemukan empat mayat anjing besar berkaki empat. Tubuh anjing-anjing itu berlubang, darah segar masih merembes dari tubuhnya.

Seekor mahkluk berbulu besar berwarana putih yang berdiri dengan dua kaki belakangnya menggeram ke arah mayat anjing-anjing itu. Kedua cakar depannya dilumuri darah yang masih menetes. Bahkan baju zirah yang dia pakai juga terciprat oleh bekas darah anjing-anjing itu.

Senyumku mengembang. "Sudah lama kita tidak berjumpa, Rhea." Aku berteriak padanya melalui hembusan angin yang melewati tubuhku dan menerbangkan rambutku.

Mahluk itu mendongak ke arah suaraku, lalu berlari menerjang kedepan. Dalam sekejap, dia berubah menjadi seorang wanita mungil bermata abu-abu yang berkilau dengan rambut pirang panjangnya yang dikepang menjadi dua bagian. Dia memakai baju kulit hitam ketat yang memeluk tubuhnya dengan pas.

Rhea langsung memelukku. Aku mengernyit karena kedua tangannya masih berlumuran darah. Sudah hampir dua tahun aku tidak bertemu dengannya. Tapi dia masih tetap bersemangat, sama seperti sebelumnya. Dia mengingatkan diriku di masa lampau.

Aku melepaskan pelukan kami. "Tolong, setidaknya bersihkan tanganmu sebelum kamu memelukku."

Rhea langsung menyeringai dan mengusapkan kedua tangannya ke pakaiannya. Itu sama sekali tidak membantu. Dia menghela napas pendek. Dia terlihat gugup sekaligus senang. "Apa yang membawamu kesini, Lorry?" Kemudian dia menyadari seseorang yang melangkah dari belakangku. Tatapannya membeku selama beberapa saat. Dia beberapa kali berkedip dengan cepat. Kemudian melihat padaku, lalu kembali pada Jasper. Dia melakukannya beberapa kali selama beberapa saat.

Oh, tidak. Aku tahu pandangan itu. Semoga Amon tidak menjejalkan ramalanku ke dalam kepalanya. 

Jasper berdiri disampingku. Suaranya berupa dengkuran halus. "Senang bertemu denganmu lagi, Rhea. Kamu bisa memanggilku, Jash." Kemudian menawarkan seringaian miringnya yang khas.

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang