Bab 30: Sebuah Tempat Pulang

61 13 0
                                    

Theseus melesat dengan kecepatan penuh. 

Selama perjalanan kami, Jasper sama sekali tidak bergerak. Saat aku meliriknya sekilas, dia telah menutup matanya dan menguburkan wajahnya dalam-dalam pada lekukan leherku. Rambut panjang bergelombangnya berterbangan di kedua sisi wajahnya.

Aku bisa merasakan tekanan wajahnya yang menekan kulitku, napas dinginnya masih membelai kulitku. Walaupun kami dikelilingi cuaca dan udara yang dingin. 

Tapi, ada perasaan dingin berbeda dari napas miliknya. Napasnya yang dingin membuatku ketagihan, sekaligus memberikan kenyamanan. Aku seperti telah menemukan tempat yang memang diciptakan untukku.

Walaupun kami terbang di udara yang dingin. Tapi aku bisa mencium aroma musk dan vanila manis yang menguar dari tubuhnya melingkupi seluruh indra penciumanku. Aku berusaha mengumpulkan akal sehatku dan tidak terlena pada aromanya. Kali ini, aku tidak akan membiarkan dia mengalihkan aku.

Kami terbang melintasi sebuah daerah perbukitan hijau. Tepat di tengah perbukitan itu, terdapat sebuah danau yang luas, dikelilingi dengan padang rumput yang luas dengan ditumbuhi beberapa pohon yang bergerumbul di bibir tebing. Hari ini, matahari bersinar cukup cerah. Tidak awan yang menggantung di sekeliling kami.

 Cuaca saat ini sangat cocok digunakan untuk berenang atau berjemur.

Aku memerintahkan Theseus untuk turun. Dia segera menukik dan kami melesat turun ke arah tanah. Aku mendengar Jasper menarik napas tajam, saat kami melesat turun ke bawah. Lengannya melingkar semakin erat pada pinggangku. Aku terkekeh pelan sebagai balasannya.

Theseus berhasil mendarat dengan mulus. Dia meringkik sambil menarik dan menurunkan kepalanya dengan cepat. Seolah-olah dia sudah tidak sabar untuk mengelilingi pada rumput hijau di sekitar kami.

Jasper turun duluan. Lalu, dia membantuku turun dengan menahan pinggangku dengan kedua tangannya. Tepat ketika kedua kakiku menyentuh rerumputan yang hangat. Theseus langsung berlari menelusuri padang rumput luas yang ada di hadapan kami.

"Dia bersenang-senang." Jasper berkata dari sampingku. Satu lengannya tertinggal di pinggangku, menarik ku mendekat pada sisi tubuhnya. "Sekarang apa?" Tanyanya polos.

Aku meliriknya tajam. "Jangan berpura-pura tidak tahu!"

Dia mengangkat kedua bahunya, "Aku memang benar-benar tidak tahu."

Aku menggeram sambil memutar kedua bola mataku. Kemudian, melepaskan diriku darinya. Aku berjalan ke arah tepi danau. Tepat ketika aku berada di tepiannya. Aku melepaskan sepatu botku, melepaskan tali-tali rompiku, dan mulai melepaskan kancing tunikku. 

Ketika aku meraih kancing kedua, tangannya menghentikan aku. "Kamu ingin berenang?" Dia menatapku tidak percaya. "Bukankah kita disini untuk bicara?"

"Aku sudah terlalu jengkel untuk bicara denganmu." Sergahku, sambil berusaha melepaskan genggaman tangannya dari kancingku.

Detik berikutnya, dia membungkuk dan meraup kedua lututku. Menyampirkan tubuhku ke bahunya. "Jasper!" Aku berteriak sambil memukul punggungnya. Tapi dia sama sekali tidak bereaksi. 

Malahan, dia berjalan semakin cepat menjauhi danau dan mulai mendekati bibir hutan. Dia memilih sebuah pohon yang paling besar dan rindang.

Membungkuk, dia membiarkan aku berdiri dengan kedua kakiku sendiri. Dia melepaskan jaket kulitnya dan menghamparkannya di bawah pohon. Setelahnya, dia duduk di pinggiran hamparan jaketnya dan menepuk jaket kulitnya dengan satu tangannya. "Duduk."

Aku melirik ke arah danau, sedang menerka-nerka. 

Apakah dia bisa menyusulku?

"Aku tahu tatapan itu, jika kamu bersikeras melakukannya—" Suaranya memperingatkan aku, ada kejengkelan dan frustasi pada raut wajahnya.

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang