Bab 20: Seorang Pengecut

81 14 0
                                    

Aku merasakan hembusan napas yang dingin pada lekukan leherku, dengan sensasi menggelitik di bawah daguku. Napasnya berhembus secara teratur. Jantungnya berdetak seirama dengan milikku. Lengannya melingkari pinggangku. Walaupun dia masih tertidur. Tapi dia sama sekali tidak melonggarkannya, seperti jika dia melakukannya, aku akan kabur darinya.

Begitu aku membuka mata. Bayangan sinar matahari bersinar dari balkon terbuka dibelakangku. Aku merasakan hembusan udara dingin yang meniup kulit punggungku yang tidak tertutup selimut. Kemudian, aku merasakan pergerakan tangannya yang berada di bawah punggungku, mulai naik ke atas kulit punggungku yang terekspos dari balik selimut. Memberikan usapan lembut, seperti berusaha mengirimkan kehangatannya pada kulitku.

Bahkan saat dia masih tertidur. Dia masih berpikir untuk melindungiku. Kepalanya mulai bergerak di bawah daguku. Saat dia mulai bergerak, rambut panjangnya menggelitik wajahku. Aku merasakan bibirnya yang lembut pada lekukan leherku. Berikutnya, dia menarik kepalanya dan aku bertemu dengan wajahnya yang masih setengah mengantuk.

Satu matanya bahkan masih setengah terbuka. Dia memberiku senyuman malasnya yang membuatku lupa untuk bernapas. "Senang melihatmu masih disini." Bisiknya parau. Dia menunduk dan mendaratkan sebuah ciuman ringan di bibirku.

Saat dia menarik bibirnya, aku melihat bekas gigitanku yang ada di sudut mulutnya. Aku tidak bisa untuk tidak menyinggungkan senyumanku yang paling lebar. "Kamu bahkan tidak membiarkan aku bergerak sedikitpun." Aku membalasnya sambil mendekat pada wajahnya dan mencium sudut bibirnya yang memiliki bekas gigitanku.

Sebelum aku bisa menarik ciumanku. Dia memperdalam ciuman kami. Bibirnya berusaha menerobos masuk ke mulutku. Lengannya melingkari pinggangku semakin erat. Dia berguling dan berada di atasku. Wajahnya turun ke daguku dan memberikan ciuman pelan.

Tepat saat dia memulai penyiksaannya dengan mengigit lekukan leherku. Ada ketukan keras dari pintu kamarnya. Di iringi dengan suara Louis yang tidak sabaran. "Kamu harus bagun sekarang, Jash!" Teriaknya di sela-sela ketukannya yang semakin mengeras. "Masalah ini benar-benar membutuhkan perhatianmu."

Jasper sama sekali tidak menghiraukannya. Malahan dia semakin menikmati penyiksaannya padaku. Dia mengangkat wajahnya secara kilat ke telingaku dan berbisik. "Jangan bersuara." Lalu kembali menanamkan ciuman dan gigitan sensual pada kulit rahangku.

Gigitannya membuatku hampir tidak bisa menahan erangan yang panjang keluar dari mulutku.

"Jasper!" Louis beteriak sambil mendobrak pintunya. "Aku tahu kalian sudah bangun!" Dia mengingatkan. "Aku bersumpah aku akan mendobrak pintu ini, jika salah satu dari kalian tidak menjawabku!"

Jasper berhenti. Dia mendongak ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup dengan kesal. "Lima menit!" Ucapnya jengkel.

Akhirnya, gedoran Louis pada pintu berhenti. Setelahnya, aku mendengar dia melangkah mundur.

Jasper hanya menghela napas kesal dan turun dari tubuhku. Dia bangun dari tempat tidurnya, keluar dari selimut yang sebelumnya menutupi kulit telanjangnya. Walaupun tatapanku hanya fokus pada kulit punggungnya yang pucat, tapi aku tidak bisa berhenti untuk tidak mengangumi pahatan otot yang terpahat dengan sempurna disana. Dan itu semua sekarang menjadi milikku.

Dia meraup pakaian kami yang berserakan, kemudian berjalan cepat ke arah pintu walk in closed miliknya yang berada disamping tempat tidur. Saat dia kembali. Dia telah memakai sebuah tunik dan sebuah celana panjang. Dia berjalan ke arahku sambil memasukkan ujung tuniknya. "Aku akan kembali secepat yang aku bisa." Dia berjanji sambil menunduk ke depan wajahku dan menyapukan bibirnya dengan lembut ke dahiku.

Aku bangun dan menangkap tangannya. Aku tidak peduli, jika selimut yang menutupi dadaku meluncur ke pinggangku. Tatapannya mulai menggelap saat dia menatap selimutnya yang meluncur dari tubuh atasku.

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang