Bab 26: Prasangka

72 13 0
                                    

Bunyi dentingan pedang kami terdengar di seluruh halaman yang sunyi. Laroi sama sekali tidak mengalah. Malahan, dia memperlihatkan beberapa trik baru.

Mengelak, kemudian dia berusaha menyerang titik lemahku. Menghunus tepat di atas bahuku. Aku menangkis serangannya, tapi dia malah semakin menyerangku dan berputar lalu mengayunkan pedangnya di atas kepalaku.

Aku menghentikannya dengan memegang bilah pedangku dengan posisi  horizontal. Sambil mencengkram bilahnya dengan satu tanganku yang lain.

Beberapa tetesan darah terjatuh dari telapak tanganku. "Menyerah?" Tanyanya puas.

"Sama sekali tidak." Bangkit, aku menggunakan kesempatanku dan menyerang Laroi tepat di bahunya. Lalu menjegal kakinya dan menepis pedangnya.

Dia berlutut di hadapanku darahku tidak bersenjata. Ujung bilah pedangku dilumuri bekas darahku menunjuk tepat di kulit lehernya. "Aku menang."

Laroi cemberut. 

Aku mengulurkan tanganku dan menariknya berdiri. "Dari mana kamu belajar trik baru itu?"

"Aku melihatnya," Jawabnya enteng sambil membersihkan sisa-sisa salju dari tubuhnya.

"Siapa?"

"Jasper." Dia berkata. Ada kekaguman dan penghormatan dari suaranya. "Jika kamu melihatnya bertarung. Mungkin kamu juga mempelajari trik-trik baru." Laroi melamun, dia seperti mengingat-ingat. "Jika saja kamu melihat bagaimana cara dia memimpin kami semua mencari dan menyelamatkanmu. Mungkin kamu akan lebih menghormatinya."

Kami berdua tidak pernah membicarakan kejadian itu. Jasper juga tidak pernah menyebutkannya. Aku tahu dia menemukan aku karena salah satu burung gagak miliknya selalu mengikutiku. Aku mengetahui kemampuannya, tapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana dia bertarung.

Pandangan Laroi menembus ke belakangku. Dia memberi anggukan pada siapapun yang berada di belakangku. Aku berbalik dan mendapati Jasper bersama dengan Cassius dan Leroi telah berdiri di dalam naungan koridor mansion.

Jasper bersedekap sambil memiringkan kepalanya, tatapannya terkunci padaku. Seperti berusaha menerka. Aku beralih pada Cassius dan menunjuknya dengan pedangku. "Sekarang, giliranmu. Saatnya melihat perkembangan bela dirimu."

Tatapan Cassius melebar. Dia segera mundur dan berlindung di balik punggung Jasper, lalu membisikkan sesuatu di telinganya.

Ketika Cassius selesai berbisik. Jasper menyinggungkan senyuman malasnya dan mengangguk. "Baiklah," Gumamnya pada Cassius. Dia menurunkan kedua tangannya. Lalu beralih padaku. Ada kilatan penasaran di matanya. "Aku akan menggantikan Cassius." Dia mengumumkan sambil berjalan ke arahku. "Apakah itu cukup?"

Aku melemparkan tatapan tajam pada Cassius. "Kamu tidak bisa selamanya menghindar berlatih denganku, Cass."

Cassius hanya menyinggungkan senyuman maaf. "Aku hanya sedang tidak ingin latihan."

Pandanganku beralih ke Jasper yang telah melepaskan jas noraknya dan mengambil satu pedang milikku yang telah tergeletak di atas tanah bersalju. Hari ini, dia mengenakan sebuah tunik berwarna hitam berlengan panjang dengan beberapa tali yang bersilangan di depan dadanya yang membuatnya memperlihatkan kulit pucatnya. Itu memang menggoda, tapi kali ini aku harus mempertahankan kewarasanku.

Lagipula, aku lebih penasaran dengan apa yang dikatakan Laroi sebelumnya.

Aku mulai mengambil posisiku untuk berhadapan dengannya. Dia masih menyinggungkan senyuman malasnya. "Apa taruhannya?"

Satu alisku terangkat, "Kupikir ini hanya latihan."

"Tetap saja," Ucapnya sambil tersenyum angkuh. "akan lebih seru jika kita bertaruh."

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang