Bab 7: Wajah di Masa Lalu

92 12 0
                                    

Pedang Laroi menembus melalui bahuku. Dia meleset hanya satu inci. Sedangkan pedang Leroi menembus melalui pinggangku. Mereka berdua bergerak menyerangku secara bersamaan. Aku bermanuver dan menghindari semua serangan mereka berdua.

Dentingan pedang yang nyaring mengelilingi indra pendengaranku. Desiran suara pedang yang terayun saling bersahut-sahutan di sekitar tubuhku. Aku menunduk dan mulai menyerang Laroi yang mulai lengah. Dia membiarkan punggungnya terbuka. Melompat, aku menendang punggungnya dan melemparkannya menjauh dari Leroi. Selanjutnya, aku mulai menyerang Leroi. Dia mampu mengatasi serangan tipuan kakiku. Dia mengincar rusukku dan mulai menebas ke arahnya. Tapi ternyata itu adalah tipuan yang dia buat. Dia mengincar lengan kananku. Aku memberikannya padanya. Saat dia benar-benar melancarkan serangannya pada lenganku. Aku berputar dan menyikut dadanya. Lalu berbalik dan mendaratkan satu bilah pedangku tepat di atas kulit lehernya.

Napasnya memburu. "Aku menyerah."

Aku bangkit dan mengulurkan tanganku padanya. Dia menerimanya dan segera berdiri. "Apakah kamu akan membawa Cassius bersamamu?" Leroi bertanya sambil membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada pakaiannya.

Laroi berjalan mendekat dari belakangku. "Bukankah surat undangannya tiba satu jam yang lalu?"

"Ya," Jawabku tersendat. "tapi aku tidak akan membawa Cassius bersamaku." Aku melirik pada Leroi. "Aku akan membawamu bersamaku. Jika situasinya tidak terkendali dan kita tidak mampu kembali, Cassius akan menggantikanku."

Laroi berkerut bingung dan kesal. "Apa maksudmu 'jika situasinya tidak terkendali', jangan bilang kamu akan membuat masalah?"

Leroi terkekeh, "Jika Mallory tidak membuat masalah, maka dia bukanlah Lady Mallory Desmond yang aku kenal."

Aku terkekeh bersamanya. "Aku tidak meragukannya."

***

Aku dan Leroi berkuda menuruni pegunungan. Walaupun perjalanannya lebih panjang dan lama, karena aku tidak bisa terbang dengan Theseus karena demi keamanannya. Aku sama sekali tidak menyesal. Saat aku mendongak ke atas awan yang masih berkabut, aku masih bisa melihat siluetnya yang terbang berputar-putar di atasku.

Leroi memacu kudanya, mereka berlari mendahuluiku. Aku juga melakukan hal yang sama dan kuda betina putih yang aku naiki melesat lebih cepat melewati tanah lapang bersalju luas yang ada di hadapan kami. Angin dingin dan butiran salju menerpa pipiku hingga menjatuhkan tudung jubahku.

Walaupun jubahku tebal, tapi angin dingin masih mampu menyerap ke dalamnya. Rambutku yang terurai berhamburan bersamaan dengan angin yang melecut tepat di wajahku. Rasanya berbeda dengan terbang. Aku lebih suka terbang bersama Theseus, karena aku benar-benar bisa merasakan kebebasanku dan aku merasa aku tidak terikat pada apapun yang menjadi tanggung jawabku, saat aku menyentuh tanah.

Kami melewati sebuah permukaan sungai yang membeku untuk memperpendek perjalanan kami. Tepat saat langkah kuda kami meninggalkan jejak di belakang kami. Es yang membeku di belakang kami retak dan mulai terpisah dari bongkahannya yang besar. Aku semakin memacu kecepatan kudaku agar kami bisa lebih cepat mencapai ujung sungai.

Leroi tertawa dari sampingku. "Mau bertaruh?" Dia berteriak.

"Aku tidak punya uang." Jawabku balas berteriak.

Dia sama sekali tidak menghiraukan alasanku. "Jika aku sampai duluan di halaman mansion Salvatore. Aku mengambil jatah minumanmu selama satu minggu penuh." Ucapnya berteriak melalui deru angin. "Cassius benar-benar membuat minuman yang enak kali ini." Dia menambahkan sambil mengedipkan matanya padaku.

"Setuju." Balasku, sambil memacu kudaku lebih cepat lagi. Maafkan aku, Whitey. Aku akan memberikanmu apel dan jerami yang paling enak padamu setelahnya. Lagipula, aku tidak ingin repot-repot berburu hewan untuk memenuhi dahagaku. Aku sedang tidak ingin berkeliaran. Terutama, setelah kejadian kemarin. Aku masih bergidik ngeri saat memikirkannya.

The Crescent Moon (Moon Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang